JAKARTA, KOMPAS.TV - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen akan mulai berlaku besok, Rabu (1/1/2025).
Penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut penyesuaian tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah, seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.
Melansir laman kemenkeu.go.id, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) pada tanggal 7 Oktober 2021.
Selanjutnya, Presiden Joko Widodo menetapkannya menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 pada tanggal 29 Oktober 2021.
Dalam Bab IV Pasal 7 UU HPP terdapat penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen, berlaku paling lambat 1 Januari 2025.
Baca Juga: [FULL] Bank Indonesia Jaga Stabilitas Nilai Tukar rupiah, Optimalkan Strategi 'Bauran' Kebijakan
Barang dan jasa yang tidak kena PPN 12 persen
Pemerintah telah menetapkan sejumlah barang dan jasa yang tidak kena PPN dalam beberapa peraturan perundang-undangan, berikut rinciannya:
Barang yang tidak kena PPN 12 persen
Dalam UU HPP Pasal 4A dan 16B, disebutkan barang yang tidak kena PPN, antara lain:
Baca Juga: Blak-blakan! Komisi II DPR Ungkap Modus Kementerian hingga BUMN Klaim Tanah Rakyat
Selain itu, barang yang tidak kena PPN juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK/010/2017, berikut rinciannya:
Jasa yang tidak kena PPN 12 persen
Kemudian, daftar jasa yang tidak kena PPN 12 persen diatur dalam UU HPP Pasal 4A ayat 3 dan Pasal 16B ayat 1a huruf j, berikut rinciannya:
Baca Juga: Prabowo Wanti-Wanti ke Jajaran: Benahi Diri, Sebelum Rakyat Bersihkan Kita
Pemerintah Beri Insentif
Terkait hal ini, pemerintah akan memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Bantuan yang diberikan yakni bantuan pangan, diskon listrik 50%, dan lainnya, serta insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% untuk UMKM; Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.
Kebijakan kenaikan PPN 12 persen ini memicu penolakan dari berbagai kalangan.
Petisi tolak kenaikan PPN 12 persen yang dibuat oleh akun Bareng Warga di situs change.org, sudah ditandatangani lebih dari 200.000 orang.
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia juga menggelar aksi demo persen di samping Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).
Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menunda atau membatalkan kebijakan PPN 12 persen.
Selain mahasiswa, sejumlah tokoh nasional juga menyuarakan penolakan, termasuk pegiat anti-korupsi, Erry Riyana Hardjapamekas.
Ia menyatakan bahwa pemerintah masih bisa menunda kenaikan PPN melalui Perppu atau aturan sejenis.
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda menyebut dampak kenaikan tarif PPN per 2025 justru akan membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi negatif.
"Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5 persen-an. Setelah tarif meningkat menjadi 11 persen terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023). Diprediksi tahun 2024 semakin melambat,” kata Huda, Senin (16/12/2024).
Secara penerimaan negara, Huda melanjutkan, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen juga tidak akan memberikan kontribusi yang signifikan.
Namun, dampak psikologisnya terhadap daya beli masyarakat dan dunia usaha justru berpotensi lebih besar.
Data pertumbuhan pengeluaran konsumen untuk Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) hanya naik 1,1 persen. Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat masih lemah.
Huda menyampaikan, kenaikan tarif PPN 12 persen hanya akan memperburuk situasi, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak sepadan dengan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025.
Sumber : Kompas TV, kemenkeu.go.id, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.