JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, banjir produk impor murah lebih memberatkan industri daripada kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Pasalnya, banjir impor dapat menurunkan utilisasi atau produksi hingga 10 persen, yang dapat mengakibatkan industri kalah bersaing, kemudian kolaps, dan melakukan pemutusan hubungan maryawan (PHK).
Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, bagi pelaku industri, penurunan utilisasi akibat banjir produk impor bakal lebih besar daripada penurunan utilisasi akibat naiknya PPN.
Di sisi lain, kenaikan PPN 12 persen kemungkinan berdampak terhadap penurunan utilisasi industri manufaktur sekitar 2-3 persen.
Baca Juga: Harbolnas 2024 Catatkan Nilai Transaksi Rp31,2 T, per Orang Rata-Rata Belanja Rp318.000
“Tapi penurunan utilisasi tersebut sudah diantisipasi dengan dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi oleh pemerintah,” kata Febri dalam keterangan resminya, Senin (30/12/2024).
Ia mencontohkan, sebagi ilustrasi, kenaikan PPN 12 persen akan menaikkan harga bahan baku dan bahan penolong. Tapi industri bisa menyesuaikan dengan menurunkan utilisasi sedikit dan menaikkan harga jual produk manufakturnya.
“Namun, industri sulit menurunkan harga jual bila bersaing dengan produk impor yang sangat murah,” ujarnya.
Adapun Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Desember 2024 masih bertahan pada posisi ekspansi, yaitu sebesar 52,93. Angka tersebut turun 0,02 poin dibandingkan dengan bulan November 2024 dan meningkat 1,61 poin dibandingkan dengan Desember 2023.
Baca Juga: Minta Prabowo Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen, Rieke Diah Pitaloka Dilaporkan ke MKD DPR
“Posisi IKI bulan Desember ini ditopang oleh terjadinya ekspansi 19 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB Industri Manufaktur Nonmigas Triwulan II 2024 sebesar 90,5%,” ungkap Febri Hendri.
IKI pada Desember 2024 ini juga ditunjang oleh berekspansinya seluruh indeks pembentuk IKI, yaitu pesanan baru, produksi, dan persediaan.
Indeks produksi mengalami kenaikan indeks terbesar dan berubah dari kontraksi menjadi ekspansi di angka 55,53 atau naik 5,81 poin. Sedangkan indeks pesanan baru dan persediaan mengalami penurunan berturut-turut 3,49 poin menjadi 50,71 dan 0,1 menjadi 54,58.
Peningkatan produksi tersebut didorong oleh persiapan perayaan Natal dan Tahun Baru yang telah diantisipasi oleh pelaku usaha industri manufaktur. Di sisi lain, konsumen cenderung mengambil sikap “wait and see” untuk melakukan pesanan maupun membeli produk.
Baca Juga: Saling Tuding Inisiator PPN 12 Persen antara Gerindra dan PDIP, Apa Maksudnya? - ULASAN ISTANA
Di sisi lain, Febri Hendri menilai IKI Desember 2024 seharusnya bisa lebih tinggi lagi.
“Oleh karena itu Kementerian Perindustrian mendorong agar Kementerian/Lembaga lain untuk merealisasikan kebijakan pro industri, terutama pembatasan impor produk jadi," ucapnya.
Tiga subsektor dengan nilai IKI tertinggi yaitu subsektor Industri Alat Angkutan Lainnya, Industri Peralatan Listrik, dan Industri Kertas dan Barang dari Kertas.
Namun demikian, terdapat empat subsektor utama yang justru mengalami kontraksi pada momen ini, yaitu Industri Minuman, Industri Tekstil, Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik, serta Industri Pengolahan Tembakau.
Baca Juga: Penyelenggara Undian Berhadiah Wajib Setor 10 Persen ke Kemensos untuk Program Kesejahteraan Sosial
Keempat subsektor ini mengalami kontraksi akibat penurunan pesanan baru. Selain tidak stabilnya kondisi global yang berpengaruh pada penurunan demand produk industri, beberapa isu lain juga diduga mendorong penurunan pesanan pada beberapa subsektor di atas.
Seperti kenaikan harga jual eceran produk hasil pengolahan tembakau, wacana cukai minuman berpemanis, dan pencantuman label nutri-level.
Selanjutnya, melihat kondisi global, pelemahan rupiah terhadap dolar AS berakibat pada kenaikan harga barang-barang, terutama barang impor maupun produk yang bahan bakunya berasal dari luar negeri sehingga akan menjadi beban kenaikan biaya produksi.
Konflik geopolitik, serta pemilihan umum yang terjadi di lebih dari 60 negara juga menimbulkan perbedaan arah kebijakan sebagai akibat dari pergantian kepemimpinan.
Baca Juga: Soal Anggaran, Presiden Prabowo Minta Menteri Keuangan Sri Mulyani Jangan Diganggu Terus!
Sementara itu, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dinilai memberikan tekanan terhadap industri berupa peningkatan biaya tenaga kerja/operasional, dan daya saing industri.
“Selain itu diperlukan strategi mitigasi berupa percepatan penggunaan hedging valas, pengurangan ketergantungan pada bahan baku impor, diversifikasi produk sesuai daya beli masyarakat, dan efisiensi biaya operasional,” pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.