“Selain itu, pemerintah Norwegia juga memberikan berbagai insentif, seperti biaya tol dan parkir yang lebih murah, untuk memastikan kendaraan listrik tetap menjadi pilihan utama masyarakat. Tanpa insentif, sulit bagi EV untuk bersaing di pasar,” tegas dia pada webinar yang diiniasi Purpose Indonesia dan Rocky Mountain Institute (RMI) itu.
Dari sisi pengguna, Abdul Elly, anggota komunitas pengguna mobil listrik KOLEKSI, menekankan pentingnya kolaborasi dari berbagai pihak untuk meningkatkan adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
“Saat ini baru ada sekitar 180.000 pengguna kendaraan listrik. Baik itu Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), penyedia charging, perusahaan pembiayaan, hingga komunitas, semuanya harus memberikan masukan kepada pemerintah,” ujarnya.
Adapun Dion Arinaldo dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti bahwa infrastruktur pengisian daya dan jarak tempuh masih menjadi kekhawatiran utama konsumen.
"Menurut riset kami, tantangan terbesar adalah ketakutan konsumen terhadap keberlanjutan penggunaan EV, terutama terkait jarak dan infrastruktur charging,” ungkapnya.
Baca Juga: Catat, Pameran Kendaraan Listrik 2025: Percepat Adopsi Kendaraan Listrik untuk Indonesia Bebas Emisi
Dion menambahkan bahwa subsidi pemerintah untuk EV saat ini masih terbatas pada wilayah perkotaan dan belum disertai informasi yang memadai untuk membantu konsumen mengambil keputusan.
Sedangkan dalam pidato pembukaan webinar, Longgena Ginting, Country Director Purpose Indonesia, menekankan pentingnya kebijakan kendaraan listrik yang tidak hanya berorientasi pada teknologi, tetapi juga pada kebutuhan konsumen.
"Memahami kebutuhan dan tantangan konsumen sangat penting untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang inklusif dan berkelanjutan," sambung Longgena.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.