JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian menyatakan, Kredit Usaha Rakyat (KUR) bisa menjadi alternatif akses pembiayaan menggantikan pinjaman daring (pinjol).
Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kemenko Perekonomian, Gede Edy Prasetya mengatakan, masyarakat lebih baik menggunakan KUR untuk membiayai keperluan produktif mereka dibanding terlibat pinjol.
“Jadi mudah-mudahan nanti kita bisa menggantikan itu (pinjol). Kita edukasi masyarakat bahwa kita bikin usaha yang bagus dulu, kemudian penuhi syaratnya nanti pasti akan dapat, dan itu pasti akan membantu mereka, karena kan bunganya sangat rendah," kata Gede dalam acara KUR Meets The Press di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Ia mengatakan, selama ini pinjol lebih banyak menimbulkan masalah bagi nasabahnya dibanding KUR. Apalagi KUR menawarkan bunga yang lebih rendah dan tidak perlu ada tambahan agunan untuk pinjaman di bawah Rp100 juta.
Baca Juga: Trump Menang Pilpres, Sri Mulyani Khawatir Kebijakan Tarif Impor Tinggi untuk ASEAN
Selain itu, banyak kredit macet di pinjol. Berbeda dengan rasio kredit bermasalah dengan tingkat kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) KUR cukup terjaga, yakni berada di angka 2,19 persen.
"NPL kita saat ini adalah 2,19 persen. Jadi kemarin isu yang mengatakan 5 persen itu tidak benar," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Menurutnya, rasio kredit bermasalah yang lebih kecil itu adalah indikator jika KUR dikelola lebih hati-hati dibanding pinjol, jadi lebih aman untuk masyarakat.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat realisasi KUR mencapai Rp246,58 triliun per Oktober 2024 dengan 4,27 juta debitur.
Baca Juga: BRI Sebut KUR Tidak Termasuk dalam Program Penghapusan Piutang UMKM
Realisasi KUR tersebut mencapai 88,06 persen dari target penyaluran KUR 2024 yang ditetapkan sebesar Rp280 triliun.
“Kalau kita lihat tadi sampai dengan 31 Oktober (2024) realisasinya sudah mencapai Rp246 triliun. Di 2023 karena satu dan lain hal kita memang di bawah target, tapi di 2024 mudah-mudahan dari target awal Rp280 triliun sampai dengan akhir tahun kita harapkan itu bisa kita capai gitu ya,” tutur Ferry.
Ia memaparkan, sampai dengan Agustus 2024, 113 persen debitur KUR merupakan debitur baru. Sebanyak 60 persen yang tercatat sebagai debitur baru KUR juga berada pada Desil 1-4 atau masyarakat kelas menengah ke bawah.
Selain itu, Kemenko Perekonomian juga terus mendorong penerima KUR untuk naik kelas atau bergraduasi.
Baca Juga: Ini Strategi Sri Mulyani Penuhi Kebutuhan Anggaran Kabinet Jumbo
“Kami juga mendorong proses graduasi, yaitu mendorong debitur yang sudah berkembang untuk mengakses fasilitas komersial atau pindah ke segmen yang lebih tinggi. Di Mei 2024, 49 persen debitur kami sudah tergraduasi ke segmen yang lebih tinggi atau segmen komersial,” jelasnya.
Dalam pemaparannya, Ferry menyampaikan bahwa pemerintah mendorong pemanfaatan KUR di sektor produksi. Hal ini tercermin dari data bahwa hingga 30 September 2024, sebanyak 57 persen KUR disalurkan untuk sektor produksi.
Sementara, dari segi inklusivitas keuangan, pemerintah mencatat penerima perempuan mencapai 49 persen dari total penerima KUR.
“Selain itu, kami terus memantau sebaran penerima KUR di daerah 3T, dengan 1,3 persen dari total penyaluran diterima oleh daerah tertinggal,” terang Ferry.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.