JAKARTA, KOMPAS.TV — Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif demi mengurangi emisi karbon dan polusi dari sektor transportasi.
Melalui bioetanol, pemerintah yakin dapat memperkuat ketahanan energi, mengurangi ketergantungan impor bahan bakar fosil, menghemat devisa negara dan memperbaiki defisit neraca perdagangan.
Namun, sejauh ini, pemerintah masih bergantung pada tebu sebagai bahan baku utama bioetanol yang membawa tantangan besar.
Di tengah wacana perluasan lahan tebu untuk memenuhi kebutuhan bioetanol, muncul kekhawatiran mengenai risiko deforestasi dan dampaknya terhadap wilayah adat, terutama di Merauke, Papua.
Ekspansi perkebunan tebu juga dikhawatirkan akan menambah emisi gas rumah kaca dalam rantai pasok produksi bioetanol, sehingga aspek lingkungan dan ekonomi menjadi sorotan dalam pengembangan bioetanol di Indonesia.
Tantangan tersebut mengemuka dalam diskusi publik bertajuk Bensin Hijau: Akankah Lestari dan Ekonomis? yang digelar oleh The Conversation Indonesia (TCID) di Jakarta pada Jumat (1/11/2024).
Diskusi ini menghadirkan Efendi Manurung dari Kementerian ESDM, Refina Muthia Sundari dari lembaga riset energi Traction Energy Asia, dan Soemitro Samadikoen dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), serta dihadiri lebih dari 200 peserta dari berbagai kalangan.
Baca Juga: Erick Thohir Ungkapkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bioetanol Segera Diluncurkan di Surabaya
Dalam pemaparannya, Efendi Manurung, Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi di Kementerian ESDM menyebutkan, tantangan pengembangan bioetanol di Indonesia masih signifikan.
Namun, menurutnya, ini bisa diatasi dengan mendorong semua potensi yang dimiliki oleh Indonesia seperti misalnya jagung, kelapa sawit, pohon nipah, dan sorgum manis.
Sementara itu, Refina Muthia Sundari mengingatkan perlunya diversifikasi bahan baku untuk mengurangi dampak alih fungsi lahan tebu yang dapat memperburuk emisi.
Berdasarkan kajian Traction Energy Asia pada 2022, kontributor terbesar emisi di sektor ini berasal dari alih fungsi lahan dan emisi gas N2O dari aktivitas pertanian.
“Apabila tidak ada diversifikasi, justru akan semakin menjauhkan Indonesia dari target pengurangan emisi,” jelas Refina dalam siaran pers yang diterima KompasTV.
Ia menambahkan, penggunaan sumber selulosa dari limbah kelapa sawit dapat menjadi alternatif, dengan menciptakan kawasan ekonomi khusus untuk mempersingkat rantai pasok dan mengurangi dampak lingkungan.
Soemitro Samadikoen, Ketua Umum APTRI, yang mewakili suara para petani tebu menyampaikan keprihatinannya terhadap rencana bioetanol yang berpotensi mengorbankan kebutuhan swasembada gula.
Menurutnya, Perpres 40/2023 tentang Swasembada Gula harus tetap menjadi prioritas.
Baca Juga: Anak Usaha PTPN X, PT Enero Siapkan 1.900 KL Bioetanol Fuel Grade untuk Pertamax Green
“Gula ini harus swasembada dulu. Terlalu riskan kalau dibuat bioetanol tapi gula kita masih impor," ujar Soemitro.
Ia juga menjelaskan, tanaman tebu membutuhkan dukungan infrastruktur, seperti pabrik pengolahan, yang bisa langsung menyerap hasil panen tebu.
Untuk itu, perlu adanya strategi dan peta jalan yang komprehensif guna memastikan keberlanjutan program bioetanol tanpa mengorbankan swasembada gula.
Diskusi ini bertujuan untuk mengeksplorasi opsi-opsi yang memungkinkan optimalisasi bioetanol secara berkelanjutan.
Efendi menegaskan, pemerintah akan mendorong pendekatan terintegrasi dan memastikan target swasembada gula tidak terabaikan.
“Jika gula kita bisa swasembada, bioetanol bisa mengikuti karena yang diambil limbahnya,” ucap Efendi.
Di sisi lain, Refina menekankan, penggunaan energi dari limbah lebih ekonomis dan ramah lingkungan, namun diperlukan modal yang cukup besar untuk realisasinya.
Menurutnya, studi lebih lanjut dan dana yang memadai sangat diperlukan untuk mewujudkan target energi hijau ini.
Diskusi ini merupakan diskusi multi stakeholder pertama yang diselenggarakan oleh The Conversation Indonesia (TCID) dan diikuti oleh lebih dari 200 perwakilan pemerintah, akademisi dan peneliti, CSO, media, asosiasi, pelaku industri, hingga mahasiswa dan masyarakat umum.
Baca Juga: Komisaris Utama Pertamina Apresiasi Inovasi Bioetanol Berbahan Sorgum
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.