JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo menegaskan, rencana Bulog mengakuisisi perusahaan beras di Kamboja tidak akan mempengaruhi produksi dalam negeri.
Ia menjelaskan, transaksi itu adalah murni kerja sama bisnis antara perusahaan atau business to business (B2B). Model transaksi seperti juga lazim dilakukan oleh perusahaan di negara lain.
"Itu kan dilakukan oleh China, Malaysia, punya ranch di Australia, di Tiongkok, itu cross boarder untuk beberapa negara yang tidak memungkinkan dilakukan di negaranya," kata Arief di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Arief menyatakan, pemerintah tetap memprioritaskan program peningkatan beras dalam negeri, dengan berbagai upaya.
Baca Juga: MUI soal Wacana Bansos untuk Penjudi: Tak Ada Istilah Korban dalam Judi
"Sekarang kan nomor satu produksi dalam negeri, buktinya ada 20 ribu pompa, waduk, Jalan Usaha Tani, pupuk dari 4,7 ke 9,5 juta ton, waduk dibangun 61 unit, saluran primer, sekunder, tersier pun dibangun, cetak sawah, benih. Itu kan artinya kita dorong produksi dalam negeri," tuturnya.
Menurutnya, akuisisi perusahaan beras Kamboja juga bermanfaat bagi Indonesia sebagai bahan penelitian dan riset.
Kata dia, kerja sama tersebut juga tidak akan menggerus stok pangan nasional, sebab Bulog menjaga konsistensinya terhadap persediaan minimal 1 juta ton untuk kebutuhan masyarakat di Indonesia.
"Barang itu ada, tetapi tidak mesti untuk Indonesia. Indonesia kalau memerlukan kan akan lebih mudah, tapi kalau tidak memerlukan, biarkan internasional trading," ujarnya.
Baca Juga: Bapenas Prediksi Harga Beras Naik 2-3 Bulan Lagi
Perum Bulog sendiri sudah menyatakan siap menjalankan penugasan dari pemerintah untuk kerjasama ekonomi dan investasi pangan dengan negara Kamboja.
Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi, mengatakan, investasi pangan ke Kamboja bukan hanya tentang memperluas jangkauan geografis.
Tetapi juga tentang mewujudkan keunggulan kompetitif rantai pasok beras sehingga ketahanan pangan di Indonesia dapat terwujud.
"Hal ini sesuai dengan salah satu visi transformasi kami, untuk menjadi pemimpin rantai pasok pangan terpercaya," kata Bayu dalam keterangan resminya, Jumat (14/6/2024).
Baca Juga: Resmi, Jokowi Teken Keppres Satgas Judi Online, Menkopolhukam Hadi Tjahjanto jadi Ketuanya
Berdasarkan Survei Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, diperkirakan pada Juni 2024 produksi beras mulai menurun menjadi 2,12 juta ton. Salah satu faktor yang paling mempengaruhi penurunan produksi beras adalah krisis iklim.
“Kami siap melaksanakan penugasan tersebut, termasuk melakukan komunikasi dengan beberapa pelaku usaha beras di sana. Kerjasama perdagangan beras yang baik dan telah terjalin dengan Kamboja selama ini, diharapkan dapat meningkat sejalan dengan rencana kerjasama ekonomi dan investasi pangan Perum Bulog di sana,” tutur Bayu.
Kamboja sebagai produsen beras yang semakin diperhitungkan di Asia Tenggara pada tahun 2023 (menurut peringkat SeaSia.co), memiliki tanah yang subur untuk menanam beras.
Secara gografis, Kamboja terletak di pinggiran Sungai Mekong dan anak-anak sungainya menyediakan sumber air yang melimpah untuk irigasi.
Baca Juga: Temuan Timwas Haji DPR, Katering Makanan Jemaah Indonesia Gunakan Beras Impor Thailand
Hal ini tentunya sesuai untuk tanaman padi yang membutuhkan banyak air untuk tumbuh. Karakteristik kesuburan tanahnya juga menyerupai tanah di pulau Jawa.
“Beberapa negara memang sudah mulai menaruh minat untuk melakukan investasi pangan di Kamboja. Contohnya negara Qatar yang sempat mengalami masalah ketahanan pangan, menunjukkan minat untuk melakukan investasi agro di Kamboja," ungkap Pakar Pangan Indonesia Tito Pranolo dalam kesempatan terpisah, dikutip dari laman resmi Bulog, Sabtu (15/6).
"Lahan yang murah serta daerah pertanian yang subur, membuat Kamboja memiliki potensi besar produkai beras," ujarnya.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.