JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menegaskan, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bukanlah uang hilang.
Melainkan, tabungan untuk jaminan hari tua bagi masyarakat dengan sejumlah manfaat.
Salah satunya adalah untuk membeli rumah. Adapun Tapera akan dipotong dari gaji setiap tanggal 10 per bulannya.
"Tapi itu tabungan. Tabungan untuk mendapatkan bantuan memiliki rumah. Bukan dipotong terus hilang," kata Basuki di Jakarta, Selasa (28/5/2024).
"Jadi bukan uang hilang, ada jaminan hari tua, ada ini, ada itu, tapi itu bukan uang hilang," tambahnya seperti dikutip dari Antara.
Baca Juga: Pengamat: Ini Syarat yang Harus Dipenuhi kalau Pemerintah Mau Tapera Berhasil
Basuki menjelaskan, masyarakat yang terdaftar di Tapera bisa memanfaatkannya sebagai bantalan ekonomi guna memiliki rumah.
Badan Pengelola (BP) Tapera juga sebenarnya sudah dibentuk sejak 5 tahun lalu. Namun belum menjalankan program Tapera untuk masyarakat umum.
"Jadi tidak langsung kena pada tahun pertama dulu. Ini sudah lima tahun, sudah pergantian pengurusan, ini dimulai dengan disetujuinya oleh Bapak Presiden," jelasnya.
Meski pemerintah sudah memaparkan sederet manfaat dari Tapera, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara resmi dan tegas menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
“Sejak munculnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang ‘Tabungan Perumahan Rakyat’, Apindo dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut,” tutur Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (28/5).
Baca Juga: Kena Beban 0,5 Persen, Kadin Sebut Iuran Tapera Berpotensi Turunkan Produktivitas Kegiatan Usaha
Ia menyampaikan, pihaknya sudah menyampaikan surat penolakan itu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Shinta, pada dasarnya Apindo mendukung kesejahteraan pekerja dengan adanya ketersediaan perumahan bagi pekerja.
Namun, Apindo melihat potongan iuran untuk Tapera sebenarnya sama saja dengan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
Sehingga, seharusnya pemerintah jangan lagi memotong upah pekerja untuk Tapera.
"Tambahan beban bagi pekerja 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan," terangnya.
Shinta menyebut pemerintah lebih baik mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan. Sesuai aturan, maksimal 30 persen atau Rp138 triliun dari aset Jaminan Hari Tua (JHT) yang sebesar Rp460 triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja.
Baca Juga: Gaji Pekerja Dipotong, Pengamat Khawatirkan Tapera Tumpang Tindih Seperti BPJS Ketenagakerjaan
Ia membeberkan, beban pengusaha sebagai pemberi kerja sudah cukup banyak. Saat ini beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24-19,74 persen dari penghasilan pekerja.
Rinciannya, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Hari Tua 3,7 persen; Jaminan Kematian 0,3 persen; Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74 persen; dan Jaminan Pensiun 2 persen.
Kemudian, pemberi kerja juga membayar Jaminan Sosial Kesehatan yakni Jaminan Kesehatan 4 persen. Selanjutnya, terdapat Cadangan Pesangon sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) sekitar 8 persen.
"Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar," ucapnya.
Terkait program MLT Perumahan Pekerja, Apindo sebelumnya sudah melakukan sosialisasi kepada para pengembang. Yakni melalui DPP Real Estate Indonesia (REI) dan juga menginisiasi Kick Off penandatanganan kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan 2 bank Himbara (BTN dan BNI).
Baca Juga: Pemotongan Gaji PNS dan Swasta untuk Tapera Mulai Kapan? Ini Jadwal dan Besarannya
Apindo juga menginisiasi kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan 4 Bank (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yaitu Bank Jabar, Jateng, Bali, dan Aceh dalam rangka perluasan manfaat program MLT Perumahan Pekerja.
Shinta menambahkan, apabila pemerintah tetap akan menerapkan iuran Tapera, Apindo berharap diterapkan terlebih dulu dengan dana yang terkumpul dari ASN, TNI, Polri untuk manfaat yang sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah.
“Jika hasil evaluasi sudah bagus dalam hal pengelolaan, maka selanjutnya dikaji untuk memperluas cakupan tersebut ke sektor swasta,” ujarnya.
Sebagai informasi, regulasi mengenai Tapera diteken oleh Presiden Jokowi pada Senin (20/5) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024 yang merupakan perubahan dari PP 25/2020.
Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini yakni ASN, TNI, POLRI, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta.
Baca Juga: Mendag Ungkap 11 Stasiun Pengisian LPG Kurangi Isi 3 Kg hingga 700 Gram, Rugikan Negara Rp1,7 M/SPBE
Dalam aturan itu disebutkan bahwa pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta yang menjadi kewajibannya, dan memungut simpanan peserta dari pekerja.
Adapun besaran iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri.
Untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama antara perusahaan dengan karyawan masing-masing sebesar 0,5 persen dan 2,5 persen, sedangkan Peserta Pekerja Mandiri menanggung simpanan secara keseluruhan.
Peserta yang yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.
Dana yang dihimpun dari peserta akan dikelola oleh BP Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.