“Tadi disampaikan bahwa dari pengalaman Bapak Tony Blair mencermati transformasi digital layanan publik di berbagai negara, dan di Indonesia termasuk yang paling atraktif,” imbuh Anas.
Baca Juga: Jokowi Tunjuk Luhut jadi Koordinator Investasi Apple di Ibu Kota Nusantara
Anas menyatakan, pihaknya juga telah melakukan studi ke negara-negara yang berhasil melakukan transformasi digital seperti Estonia, Inggris, Australia, hingga Jepang.
Anas memaparkan, Indonesia saat ini berada di titik krusial dalam perjalanan transformasi digital pemerintah untuk menuju layanan digital yang berorientasi ke warga (citizen centric).
Bukan lagi berorientasi pada pendekatan instansi seperti selama ini.
Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden 82/2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional pada Desember 2023.
“Perpres itulah yang mengakselerasi integrasi layanan digital. Semua kementerian dan lembaga bekerja menginteroperabilitaskan layanan, dimulai dari 9 sektor prioritas, di antaranya kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, izin keramaian, SIM, digital ID, digital payment, dan layanan digital ASN," terangnya.
Anas mengatakan, di jajaran 20 besar negara dengan e-Government Development Index (EDGI) tertinggi dari PBB, semuanya memiliki tim digital pemerintah alias GovTech.
Baca Juga: Rupiah Melemah, Erick Thohir Minta BUMN Tinjau Ulang Utang dan Lakukan Uji Stres
Tim itu bertugas mengintegrasikan seluruh layanan digital dan menciptakan standardisasi ekosistem digitalisasi pemerintahan.
Di Inggris misalnya, lanjut Anas, mereka mengintegrasikan layanan digital hanya lewat satu akses melalui platform Gov.UK.
"GovTech itulah yang memandu integrasi layanan digital, sehingga di beberapa negara, dulu mereka punya ratusan sampai ribuan aplikasi layanan publik, kini hanya tinggal belasan dan bahkan satu portal layanan saja," tandasnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.