JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia disebabkan monopoli penyediaan BBM penerbangan atau avtur.
Saat ini, hanya Pertamina yang memasok avtur ke maskapai-maskapai penerbangan domestik dan luar negeri di seluruh bandara di Indonesia.
Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa mengungkapkan, pasar penyediaan BBM penerbangan Indonesia memiliki struktur monopoli dan terintegrasi secara vertikal, sehingga mengakibatkan ketidakefisienan pasar dan berkontribusi pada harga BBM penerbangan yang tinggi.
Atas temuan itu, KPPU telah menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan melalui surat saran dan pertimbangan pada 29 Januari 2024.
Terdapat dua poin besar dalam rekomendasi KPPU kepada Menkomarves, yaitu dorongan bagi implementasi open access (akses terbuka) pada pasar penyediaan dan/atau pendistribusian BBM penerbangan.
Kemudian sistem multiprovider BBM penerbangan di bandar udara dengan kondisi-kondisi tertentu.
"Persoalan berawal dari data yang diperoleh KPPU bahwa harga BBM penerbangan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan harga BBM penerbangan di 10 (sepuluh) bandar udara internasional lain," kata Fanshurullah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/2/2024).
Baca Juga: INACA Minta Pemerintah Hapus Tarif Batas Atas Tiket Pesawat karena Avtur Mahal dan Rupiah Melemah
"Secara umum, kisaran perbedaan harga BBM penerbangan bandar udara di Indonesia dengan bandar udara luar negeri mencapai 22% s.d 43% untuk periode Desember 2023," tambahnya.
Fanshurullah mengatakan hal inilah yang berpengaruh langsung kepada harga tiket pesawat terbang. Berdasarkan kajian KPPU, harga tiket pesawat per kilometer di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara anggota ASEAN lain, seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Menanggapi dua rekomendasi KPPU itu, Luhut kemudian meminta KPPU bersama Kementerian Perhubungan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk melakukan kajian pembentukan multiprovider avtur.
Dalam kajiannya, KPPU juga menemukan, terdapat tiga kelompok kegiatan dalam rantai pasok penyediaan avtur di Indonesia.
Ketiga kelompok kegiatan itu adalah pengadaan bahan bakar dari kilang yang kemudian disalurkan ke fasilitas penyimpanan (fuel supply); penyaluran bahan bakar dari kilang atau kapal laut melalui pipa ke depot penyimpanan di kawasan bandar udara (storage); serta penyaluran ke pesawat (atau into plane services).
Baca Juga: Kemenhub: Penghapusan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat Perlu Revisi UU Penerbangan
Kajian KPPU menunjukkan, konsep persaingan dapat diterapkan untuk tiap kelompok kegiatan atau dapat dilakukan secara terintegrasi dari fuel supply hingga fuel delivery.
"Dengan memperhatikan karakteristik proses supply chain penyediaan BBM penerbangan, sistem multiprovider melalui open access dan prinsip co-mingle menjadi salah satu sistem yang yang sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha," ujar Fanshurullah.
Sebagai informasi, open access adalah suatu bentuk pengaturan pemanfaatan fasilitas secara terbuka dan bersama-sama dengan memberikan imbalan kepada pemilik fasilitas.
Sementara prinsip co-mingle adalah prinsip kerja sama dalam pelayanan avtur oleh dua perusahaan atau lebih dalam tanki penyimpanan bersama, dengan menganut prinsip sewa/pinjam, konsinyasi/vendor, atau jual/beli yang berlaku umum dalam dunia penerbangan.
Fanshurullah menyebut, praktik open access dan co-mingle sesuai dengan praktik internasional dan direkomendasikan oleh International Air Transport Association (IATA).
Baca Juga: Pemerintah Jamin Tak Ada Kenaikan Harga BBM dalam Waktu Dekat
"Keberadaaan multiprovider ditujukan untuk menciptakan persaingan dalam pengadaan dan pendistribusian, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan menurunkan harga BBM penerbangan," tuturnya.
"Sehingga dengan demikian dapat terjadi penurunan harga tiket pesawat, karena komponen biaya bahan bakar mencapai 38%-45% dari harga tiket pesawat," sambungnya.
Namun untuk melaksanakannya, KPPU menemukan masih terdapat kebijakan pemerintah yang perlu dilakukan revisi yakni Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 13/P/BPH MIGAS/IV/2008.
Khususnya mengenai ketentuan badan usaha yang dapat melakukan kegiatan penyediaan dan pendistribusian avtur.
Baca Juga: Blak-blakan! Ahok Klaim Mundur dari Jabatannya usai Pertamina Raup Untung Besar
Ketentuan-ketentuan itu antara lain kesiapan infrastruktur, peluang pelaksanaan lelang atau pemilihan atas rekanan, revisi Peraturan BPH Migas Nomor 13/P/BPH MIGAS/IV/2008, dan pembuatan regulasi teknis oleh BPH Migas terhadap pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar yang sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.
KPPU berharap dengan adaptasi open access dan sistem multiprovider, persaingan di pasar BBM penerbangan menjadi lebih terbuka dan efisien, sehingga mampu berkontribusi pada turunnya harga tiket penerbangan.
"KPPU sendiri akan terus mengawasi pasar tersebut sesuai kewenangan penegakan hukumnya dari potensi pelanggaran persaingan usaha oleh para operator," tandasnya.
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.