JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Keuangan menyatakan, pemerintah menurunkan tarif PBJT (Pajak Barang Jasa Tertentu) jasa kesenian dan hiburan secara umum dari semula sebesar paling tinggi 35% menjadi paling tinggi 10%.
Aturan tertuang dalam UU No Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.
"Sebagai bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian," kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana dalam media briefing, Selasa (16/1/2024).
Baca Juga: Pengusaha Bali Minta Pajak Hiburan untuk Spa 15 Persen, Bukan 40 Persen
"Selain itu, secara umum pemerintah juga memberikan pengecualian terkait jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran. Hal ini menunjukkan pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah," tambahnya.
Ia menerangkan, PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru.
PBJT sudah ada sejak Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Pada masa itu, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan.
Ia memaparkan, jenis kesenian dan hiburan yang pajaknya paling tinggi 10% adalah:
Baca Juga: HIPMI Bali Nilai Penaikan Pajak Hiburan Bukan Langkah Tepat, Bandingkan dengan Thailand
(i) tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu;
(ii) pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
(iii) kontes kecantikan;
(iv) kontes binaraga;
(v) pameran;
(vi) pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; (vii) pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor;
(viii) permainan ketangkasan;
(ix) olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran;
(x) rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang;
(xi) panti pijat dan pijat refleksi;
Baca Juga: DJKA Mau Tambah Jalur Ganda dan Standarisasi Jalur agar Kereta Bisa Ngebut dengan Aman
Sementara itu, khusus untuk jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan pajak dengan tarif batas bawah 40% dan batas atas 75%.
Lydia menerangkan, perbedaan besaran tarif pajak itu karena mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu.
"Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha," ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam menentukan tarif pajak, pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan, dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
Baca Juga: Instagram Mahfud Sempat Diretas, Begini Penjelasan Stafsus Kemenko Polhukam
Khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara.
PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan, lanjutnya, adalah pajak daerah. UU HKPD memberi ruang kepada Pemerintah Daerah, dengan memberikan kewenangan/ diskresi untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif PDRD sesuai dengan kondisi perekonomian di wilayah masing- masing.
Termasuk di dalamnya dalam menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu dalam range tarif 40%-75%. Selain itu, UU HKPD juga mengatur kewenangan Pemda untuk memberikan fasilitas berupa insentif fiskal guna mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di wilayah masing- masing sesuai amanah pasal 101 UU HKPD.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.