JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah mulai memberlakukan pajak rokok elektrik sebesar 10 persen dari cukai rokok pada 1 Januari 2024.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut kebijakan ini telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
"Tujuan diterbitkannya PMK ini sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat. Untuk itu, peran para pemangku kepentingan termasuk pelaku usaha rokok elektrik dalam mendukung implementasi kebijakan ini menjadi sangat penting," tulis Kemenkeu dalam keterangan resminya, Sabtu (30/12/2023).
Menanggapi aturan tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita mengatakan harga produk rokok elektrik seperti vape dan pod akan ikut naik.
"Tentunya ini akan berimbas ke harga produk," kata Garindra, Selasa (2/1/2024), seperti dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Dicurhati Pengusaha, Presiden Jokowi Instruksikan Mendag Naikkan Pajak Masuk Barang Impor
Ia menilai beleid tersebut terkesan dipaksakan dan diterapkan tanpa adanya sosialisasi yang baik.
Dia mengatakan pihaknya sudah mengajukan permohonan audiensi dengan Kemenkeu terkait pajak rokok. Tapi sampai saat ini belum ada respons.
Garindra pun menyebut aturan pajak rokok elektrik itu tidak adil bagi pengusaha.
"Mengacu kepada saat penetapan pajak rokok terhadap rokok konvensional, diberikan tenggat waktu dari sejak UU keluar tahun 2009 sampai tahun 2014, dan di tahun 2014 tersebut tidak ada kenaikan cukai yang terjadi," ujarnya.
Sebagai informasi, sejak tahun 2022, Kemenkeu menerapkan kenaikan cukai rokok elektrik rata-rata sebesar 15 persen dan berlaku selama 5 tahun atau hingga 2027.
Jadi di tahun 2024, selain cukai rokok elektrik naik 15 persen, produk tersebut juga dikenakan pajak 10 persen dari nilai cukainya.
"Selain tidak ada sosialisasi, tidak ada diskusi, tidak ada pemberian tenggat waktu, dan ditetapkan di saat cukai kami naik 15 persen," tambahnya.
Baca Juga: Erick Thohir Sebut Merger Angkasa Pura I dan II Terobosan Besar Industri Penerbangan
Di sisi lain, Kemenkeu menyatakan pemberlakuan pajak rokok atas rokok elektrik ini merupakan bentuk komitmen pemerintah pusat dalam memberikan masa transisi pemungutan pajak rokok atas rokok elektrik, sejak diberlakukan pengenaan cukainya di pertengahan tahun 2018.
Sebagai informasi, rokok elektrik merupakan salah satu barang kena cukai sebagaimana amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Beleid tersebut menyatakan cukai dikenakan terhadap barang kena cukai yang salah satunya adalah hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Pengenaan cukai rokok terhadap rokok elektrik akan berkonsekuensi pula pada pengenaan pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok (piggyback taxes).
Namun saat cukai atas rokok elektrik diberlakukan pada 2018, pajak rokok belum serta-merta dikenakan.
Baca Juga: Pemprov DKI Ingin Pajaki Ojol, Kemenkeu Sebut Harus Hati-Hati dan Tak Bisa Diterapkan Berganda
"Hal ini merupakan upaya pemberian masa transisi yang cukup atas implementasi dari konsep piggyback taxes yang telah diimplementasikan sejak 2014 yang merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009," kata Kemenkeu.
Pada prinsipnya, menurut Kemenkeu, pengenaan pajak rokok elektrik ini lebih mengedepankan aspek keadilan. Mengingat rokok konvensional dalam operasionalnya melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, yang telah terlebih dahulu dikenakan pajak rokok sejak 2014.
Dalam jangka panjang, penggunaan rokok elektrik berindikasi mempengaruhi kesehatan dan bahan yang terkandung dalam rokok elektrik termasuk dalam barang konsumsi yang perlu dikendalikan.
Adapun penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 hanya sebesar Rp1,75 triliun atau hanya sebesar 1 persen dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin akan Perjuangkan Zakat Bisa jadi Pengurang Pajak di Aceh, Agar Tak Bayar Dobel
"Kebijakan pengenaan pajak rokok elektrik ini juga merupakan kontribusi bersama antara pemerintah dan para pemangku kepentingan terutama pelaku usaha rokok elektrik yang diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat," kata Kemenkeu.
Sedikitnya 50 persen dari penerimaan pajak rokok ini diatur penggunaannya (earmarked) untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Jamkesnas) dan penegakan hukum yang pada akhirnya mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah.
Sumber : Kompas.tv, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.