JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, dirinya tidak ingin Kementerian Perindustrian pihak yang disalahkan atau kambing hitam terkait masalah polusi. Hal itu sampaikan kepada jajarannya, dalam rapat membahas upaya dekarbonisasi sektor industri menuju target net zero emission (NZE).
Seperti diketahui, sudah beberapa bulan terakhir sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya Jabodetabek mengalami polusi udara. Selain kendaraan pribadi, publik juga menuding gas buang industri sebagai biang kerok pencemaran udara.
“Jangan lagi, kalau ada problem atau masalah yang berdampak ke masyarakat, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan polusi, kita di Kementerian Perindustrian dijadikan kambing hitam. Tidak boleh lagi itu terjadi. Oleh sebab itu kita menggelar rapat ini dengan tema dekarbonisasi sektor industri menuju target net zero emissions pada tahun 2050,” kata Agus di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Ia menyebut, pihaknya bukan ingin membela diri dengan menggelar rapat kerja dengan tema “Penyusunan Rencana Aksi Dekarbonisasi Sektor Industri Menuju Target Net Zero Emission (NZE) Tahun 2050”. Agus mengeklaim rapat itu sudah direncanakan sejak lama.
Baca Juga: Dikritik Kurang Transparan soal RAPBD, Heru Budi: Sudah Dikasih Soft Copy, Bisa Buka jakarta.go.id
“Memang tema yang akan dibahas hari ini sudah diputuskan dalam beberapa waktu lalu. Ini juga bukan karena dalam tiga bulan terakhir Indonesia atau Jakarta, menghadapi serangan polusi udara. Bukan. (Raker ini) bukan sesuatu yang defensif bagi Kemenperin,” ungkapnya.
Meski Menperin tidak ingin jadi kambing hitam masalah polusi, nyatanya banyak perusahaan yang terbukti menyalahi prosedur dalam operasionalnya, sehingga menyebabkan polusi.
Di Jakarta saja, Pemprov DKI sudah memberi sanksi terhadap belasan perusahaan yang melanggar aturan. Terbaru, 7 pabrik di Jakarta dijatuhkan sanksi administrasi.
"Sudah ada 7 badan usaha disanksi admistrasi dari sejak minggu lalu. Itu ada (pabrik) penyimpanan batu bara dan peleburan baja," kata Juru Bicara Satgas Pengendalian Pencemaran Udara DKI Jakarta Ani Ruspitawati Ani di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (6/10).
Baca Juga: Analisis Tim Jurnalisme Data Kompas: Kebijakan WFH Tak Berdampak Positif Pada Polusi Udara Jakarta
Ia menerangkan, ketujuh pabrik itu milik tiga PT, yang terdiri dari PT TTI dan PT TBE yang masing-masing kena sanksi pada 30 Agustus 2023. Kemudian PT BIG diberi sanksi pada 31 Agustus 2023.
Ani mengatakan, bentuk sanksi yang diberikan kepada tiga PT itu berbeda-beda, mulai penghentian operasi sementara hingga perbaikan cerobong pabrik.
"Tentu dengan pemahaman bersama, penghentian ini bersifat sementara sampai perusahaan ini mampu memenuhi baku mutu yang disyaratkan Lingkungan Hidup," ucapnya seperti dikutip dari Kompas.com.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta juga memberikan sanksi ke perusahaan pengolahan kelapa sawit PT AAJ di Jakarta Utara pada pertengahan Agustus 2023.
Baca Juga: Polusi Udara Kurangi Angka Harapan Hidup Orang Indonesia
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, pemberian sanksi terhadap PT AAJ itu karena tidak taat dalam memenuhi baku mutu sumber tidak bergerak pada cerobongnya.
"PT AAJ ini tidak taat dalam memenuhi baku mutu sumber tidak bergerak pada cerobong. Perusahaan itu berpotensi berdampak pada pencemaran udara di Jakarta," jelas Asep dalam keterangannya, Selasa (19/9/2023).
Pemberian sanksi kepada PT AAJ ini didasari Surat Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Nomor e-0126/2023 tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah.
Baca Juga: Bukit Rangkep Terbakar Jelang Gelaran MotoGP 2023, Asap Terlihat dari Kawasan Sirkuit Mandalika
Sanksi paksaan pemerintah yakni tindakan nyata Pemprov DKI untuk menghentikan pelanggaran dengan sebelumnya diberikan teguran tertulis. Dinas LH DKI juga telah memerintahkan bahwa PT AAJ untuk memperbaiki cerobong agar memenuhi baku mutu sumber tidak bergerak.
"PT AAJ dalam kegiatannya telah melakukan pelanggaran tidak memenuhi Baku Mutu untuk parameter opasitas pada pengujian kualitas emisi sumber tidak bergerak (cerobong boiler) berbahan bakar batubara,” kata Asep.
Sumber : Antara, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.