JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengisyaratkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, sudah selesai dan akan segera diterbitkan.
Adapun Jokowi baru saja menggelar rapat terbatas bersama para menteri terkait, di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/9/2023).
"Tadi baru rapat terbatas, kita putuskan soal sosial media yang digunakan untuk e-commerce. Besok mungkin keluar," kata Jokowi saat membuka Kongres Persatuan Wartawan Indonesia ke-25, di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/9).
Jokowi mengatakan, dampak media sosial yang digunakan untuk jualan online seperti TikTok Shop sangat besar terhadap UMKM yang selama ini berjualan secara offline. Ia pun mengakui jika pemerintah terlambat membuat aturannya.
Baca Juga: Revisi Aturan Jualan Online Sudah Sampai ke Meja Jokowi, Selanjutnya Tunggu Diteken Zulhas
"Karena dampaknya dahsyat sekali. Kita terlambat beberapa bulan saja efeknya ke mana-mana," ujar Jokowi.
Ia berharap, perkembangan teknologi bisa menciptakan ekonomi baru untuk kesejahteraan masyarakat.
"Kita harapkan, masyarakat harapkan, perkembangan teknologi bisa menciptakan potensi ekonomi baru. Bukan membunuh ekonomi yang sudah ada, bukan menggerus ekonomi yang sudah ada," ucapnya.
Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan, dari meja Jokowi revisi Permendag 50/2020 selanjutnya akan diteken oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau yang biasa dipanggil Zulhas.
Baca Juga: Menkominfo Sebut TikTok Bantah Lakukan Predatory Pricing, Harga Murah karena Garage Sale
"Sudah sampai ke Presiden, kita tunggu saja, nanti setelah itu Pak Mendag tandatangan," kata Isy kepada wartawan di sela acara AFPI UMKM Digital Summit 2023 di Smesco, Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Setelah revisi diteken Zulhas, proses selanjutnya adalah masuk dalam proses dijadikan pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM. Tapi proses itu butuh waktu dan diperkirakan baru bisa selesai akhir bulan ini.
"Ya kita tunggu, pengundangan kan enggak bisa di ini (buru-buru). Mudah-mudahan, kan September ini belum berakhir," ujar Isy seperti dikutip dari Antara.
Desakan revisi beleid tersebut datang dari sejumlah kalangan, seperti pelaku UMKM dan pengusaha ritel. Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, aturan baru itu akan membantu menciptakan persaingan bisnis yang setara. Baik untuk online maupun offline.
Baca Juga: Duet Maut Judi Online-Pinjol, Lingkaran Setan yang Bikin Kriminalitas Meningkat
"Kita setuju revisi Permendag harus cepat karena Permendag dulu belum ada istilah social commerce, sekarang sudah ada social commerce dan seharusnya perdagangan elektronik itu harus ada playing field," ucap Roy di Jakarta seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (20/9).
Ia menjelaskan ada 3 poin yang dinantikan peritel ada dalam revisi beleid tersebut, yang bisa memperbaiki kondisi persaingan usaha bisnis online saat ini.
Pertama adalah soal larangan penjualan produk impor di bawah 100 dollar atau Rp1,5 juta. Ia menyebut poin tersebut harus ada dalam revisi. Jika hal itu tidak dilarang, masyarakat dari menengah ke bawah akan ramai-ramai belanja produk impor murah di bawah 100 dollar AS. Sementara masyarakat menegah ke atas pasti akan belanja di atas 100 dollar AS.
Kemudian, soal larangan predatory pricing. Predatory Pricing adalah penetapan harga yang sangat murah untuk barang-barang yang dijual di TikTok Shop. Harganya bisa murah karena penjual mendapat subsidi dari pihak TikTok.
Baca Juga: OJK Blokir Rekening Judi Online Setelah Disurati Kominfo, INDEF: Seharusnya dari Dulu
"Yang terjadi sekarang dilematisnya adalah itu disubsidi TikTok barangnya. Jadi affiliate dari luar disubsidi sehingga murah. Minyak wangi Rp 1.000, jam tangan Rp 5.000, karena disubsidi platformnya. Ada subsisi dari platformnya," ujarnya.
Selanjutnya, revisi aturan itu juga harus ada soal perlindungan konsumen. Roy bilang, jika konsumen mendapat barang palsu saat berbelanja secara offline, mereka bisa langsung meminta ganti rugi. Tapi hal itu sulit dilakukan jika konsumen diberi barang palsu saat berbelanja online.
"Makanya ini kita minta diatur. Jadi kita mendesak dan berharap biar bisa direalisaiskan aturan ini," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.