JAKARTA, KOMPAS.TV - Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengusulkan penggunaan pelat nomor menggunakan nama dengan biaya Rp500 juta untuk lima tahun. Kepala Korlantas Polri Irjen Firman Shantyabudi mengatakan, usulan itu ia ungkapkan sebagai upaya meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Menurut Firman, selama ini PNBP dipungut dari penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) hingga akhirnya banyak terjadi masalah di lapangan.
"Nah, saya usulkan bukan dari SIM, karena kalau SIM ditarget, takutnya nanti yang nggak lulus, dilulus-lulusin," kata Firman kepada awak media di Balai Samudera, Jakarta Utara, Rabu (12/7/2023).
Ia tidak ingin jajaran Korlantas hanya menargetkan pendapatan PNBP dan tidak mengutamakan kapasitas warga yang mengajukan SIM.
Baca Juga: Soal Usulan SIM Seumur Hidup, Kemenkeu: Negara Kehilangan Rp650 M dan Anggaran Polri Terdampak
"Nanti saya khawatir jajaran saya nih yang akhirnya lebih milih ngejar PNBP-nya ketimbang mencari kualitas pengemudi aman di jalan," ujarnya.
"Nah itu, maka saya tawarkan ke DPR (plat nomor pakai nama) itu nuansanya bagaimana menggali potensi PNBP," tambahnya.
Namun, usulan itu masih sebatas wacana. Belum ada kajian mendalam terkait hal tersebut.
"Kita rapihkan dulu PNBP kita nanti ke depan," sebutnya.
Dalam rapat dengan Komisi III DPR pada Rabu (5/7) lalu, Kakorlantas mengajukan beberapa usulan. Di antaranya penghapusan pajak progresif bagi pemilik kendaraan bermotor lebih dari satu.
Baca Juga: Polri Minta SIM Bebas Pungutan PNBP, Kemenkeu Sebut Wajar Ada Biaya Penerbitan
Firman menilai, pajak progresif tidak memberikan dampak signifikan untuk pemasukan negara. Di sisi lain, pajak progresif justru membuat masyarakat tidak jujur dalam kepemilikan kendaraan
Dan bila terjadi kecelakaan lalu lintas (laka lantas) atau tindak kriminal, polisilah yang akan kesulitan mengidentifikasi kepemilikan kendaraan.
Firman juga mengusulkan penghapusan PNBP dari penerbitan SIM.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata mengatakan pihaknya masih meninjau usulan tersebut. Salah satunya dengan mengkaji fungsi dari SIM, apakah merupakan kebutuhan dasar seperti KTP atau layanan ekstra.
Ia menilai, SIM sebenarnya hanya dinikmati oleh masyarakat yang mempunyai akses terhadap kendaraan bermotor. Sedangkan KTP wajib dimiliki oleh semua penduduk yang sudah berusia 17 tahun.
Sehingga jika warga harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan SIM, merupakan hal yang wajar.
Baca Juga: Uji Coba LRT Jabodebek: Skenario Rem Mendadak hingga Baterai Sumber Tenaga jika Mati Listrik
“Ini kan layanan ekstra yang tidak dinikmati semua orang. Jadi, biaya untuk menerbitkan kartu SIM itu masih wajar,” kata Isa kepada wartawan di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Jika PNBP tidak dikenakan terhadap SIM, maka negara akan kehilangan potensi pendapatan yang memang masih dibutuhkan.
"Pada saat (negara) kita juga masih perlu banyak kebutuhan pembangunan, iya kita juga pertimbangkan (PNBP)," sebutnya.
Isa menyampaikan, pendapatan dari PNBP SIM digunakan untuk operasional Polri sendiri. Tetapi Kemenkeu tetap akan menindaklanjuti usulan tersebut dengan pihak terkait.
“Nanti kami diskusikan dengan kepolisian, apakah PNBP untuk SIM ini sudah bisa kami turunkan atau bahkan dieliminasi,” ujarnya.
Baca Juga: KAI Pertimbangkan Tambah Kuota Pendaftar Uji Coba LRT Jabodebek, Kini Sudah 24.000 Orang
Menurut Isa, pungutan liar akan tetap ada jika penerbitan SIM tidak sesuai prosedur meski PNBP sudah ditiadakan.
"Mau bayar atau tidak bayar, sama saja kalau ternyata tetap ada penerbitan SIM yang tidak sesuai dengan prosedurnya," tutur Isa.
"Jadi isunya adalah menurut saya penerbitan SIM-nya yang kita mesti dipastikan semuanya dilakukan sesuai prosedur," lanjutnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.