JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengajak Menteri Perdagangan untuk melindungi UMKM dari hadirnya Project S TikTok Shop.
Yakni dengan cara merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
“Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan," kata MenKopUKM Teten Masduki seperti dikutip dari Antara, Kamis (6/7/2023).
Project S TikTok Shop pertama kali mencuat di Inggris dan sudah marak dilakukan di banyak negara. Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China.
Baca Juga: Kronologi TikToker Popo Ditangkap Polisi Gegara Video Tak Senonoh, Patung Maneken jadi Barang Bukti
Hal itu tentu saja akan merusak pangsa pasar produk UMKM, karena harga barang dari China biasanya jauh lebih murah.
Melansir dari Tech in Asia, Jumat (7/7/2023), TikTok awalnya mengenalkan Project S untuk mewadahi pelaku bisnis online di platformnya.
TikTok berharap bisa bersaing dengan raksasa yang sudah mapan seperti Shein, Amazon, dan Temu.
TikTok Shop beroperasi sebagai platform penjualan online yang memungkinkan penjual memamerkan dan menjual produk mereka, Project S lebih mirip dengan Amazon Basics, di mana perusahaan langsung menjual dagangannya sendiri.
Dengan proyek ini, TikTok akan memanfaatkan pengetahuannya yang luas tentang produk-produk viral di seluruh dunia, memungkinkannya memperoleh atau membuat barang-barang tersebut untuk dijual.
Baca Juga: Kerusuhan di Prancis Makin Meluas, Macron Minta Snapchat dan TikTok Hapus Konten Bermuatan Sensitif
Di Asia Tenggara, sebelumnya TikTok Shop telah sukses dan menantang pemain e-commerce Shopee dan Lazada.
CEO TikTok Shou Zi Chew juga baru-baru ini mengumumkan bahwa perusahaan akan menginvestasikan miliaran dollar AS di Asia Tenggara.
Termasuk sekitar 12,2 juta dollar AS selama tiga tahun ke depan untuk menggerakkan 120.000 bisnis regional secara online.
Project S akan menjadikan TikTok “toko serba ada untuk konversi, penjualan, dan citra merek,” menurut catatan dari Pakar Pembuat Situs Web.
Namun, perusahaan tahun lalu menghentikan perluasan TikTok Shop ke pasar seperti Eropa dan AS, tempat Shein dan Temu berkembang pesat. Sementara Project S sudah menjalani uji coba di Inggris.
Baca Juga: Mudah, Begini Cara Hapus Akun TikTok secara Permanen
Hal itulah yang dilihat Teten Masduki sebagai ancaman untuk UMKM.
Ia menegaskan, untuk mengatasi ancaman ini sudah seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020. Apalagi, revisi aturan tersebut sudah diwacanakan sejak tahun lalu.
Menurutnya, lambannya penerbitan revisi Permendag Nomor 50 tersebut berdampak pada redupnya bisnis UMKM akibat terdampak kebijakan PPMSE.
"KemenKopUKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, KL lain dan juga secara resmi sudah mengirimkan draft perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgent,” ungkapnya.
TikTok, lanjutnya, saat ini sedang didefinisikan sebagai socio-commerce bukan hanya sebagai media sosial.
Baca Juga: Bahaya Roleplay yang Viral di TikTok| SINAU
Pasalnya, TikTok adalah platform yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat mempromosikan penawaran barang dan/atau jasa sampai dengan melalukan transaksi.
Revisi Permendag 50 dinilainya akan menjadi langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce. Nantinya diperlukan aturan lebih detail mengenai pengaturan white labelling sehingga tidak merugikan UMKM di Indonesia.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga bisa membatasi produk-produk impor masuk ke pasar digital Tanah Air. Terlebih, produk asing yang dijajakan di TikTok Shop dan e-commerce lain juga sudah banyak diproduksi oleh industri dalam negeri. Sehingga, Indonesia tak perlu lagi mengimpor produk tersebut.
"Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," ujarnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.