Ia pun menyebarkan pandangan terkait tasawuf dan pemikirannya pun berkembang luas. Ajaran sufisme ia pun menyebar lewat karya-karya dan murid-muridnya.
Namun, pandangan Fansuri dianggap sesat oleh Nuruddin ar-Raniri, ulama besar Kesultanan Aceh. Bagi Raniri pandangan Fansuri ini tidak sesuai dengan keyakinan Islam.
Lantas, ulama itu kemudian melakukan perjalanan ke Aceh. Ia berusaha untuk menghapus karya dan nama Fansuri.
Sejarah mencatat, dua ulama ini adalah ulama yang punya pengaruh besar dalam khazahan pemikiran kebudayaan Islam di Indonesia, khususnya dari Melayu.
Jodhi Yudoyono, wartawan senior Kompas, menuliskan kisah menarik tentang makam-makam Hamzah al-Fansuri yang tersebar/di banyak tempat dan dipercaya oleh masyarakat sebagai makam ulama ini. Ia bahkan memberi judul dengan 'Hamzah Fansuri... Jasadnya satu, makamnya ada di mana-mana.
Hal ini lantaran, ia membawa pengaruh besar bagi kebudayan Islam di Nusanatara. Hamzah Fansuri tidak hanya berpengaruh pada sastra dan kebudayaan, melainkan juga pada ajaran tasawuf yang meluas.
“Hamzah Fansuri juga meninggalkan ajaran sufisme yang tersebar ke berbagai daerah. Lantaran ajaran sufismenya yang berkiblat ke tarekat wahdatul wujud itulah, perjalanan hidup Hamzah juga cukup berliku. Maka seperti kisah hidupnya yang 'kontroversial', kematiannya pun dibumbui kontroversi yang tak kalah serunya,” tulis Jodhi dimuat kompas 2 November 2013.
Baca Juga: Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ulama Kalimantan yang Berpengaruh sampai Asia Tenggara
Hamzah Fansuri diperkirakan wafat sebelum atau pada 1016/1017. Sejarawan Prof Dr Naguib Alatas dalam bukunya “The Mysticcism of Hamzah Fansuri” menyebut Hamzah Fansyuri sebagai Pujangga Melayu terbesar dalam abad XVII, penyair Sufi.
Dalam hidupnya, Hamzah Fansuri menulis beberapa karya penting berupa prosa dan puisi. Namun, banyak karya lain yang hilang dan tidak tercacat.
Beberapa karyanya antara lain:
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.