Namun karena suatu hal Tjokromanoto gagal untuk mendapatkan dukungan dari kalangan priayi dan pejabat tinggi pribumi.
Tjokroaminoto pun diminta oleh Haji Samanhudi untuk bergabung dalam organisasi Sarekat Dagang Islam di Surakarta.
Ia diminta untuk mempersiapkan regulasi yang dibutuhkan organisasi dan penanganan manajemen.
Baca Juga: Kisah Ukasyah, Ahli Surga yang Justru Ingin Mencambuk Rasulullah
Pada tahun 1912, HOS Tjokroaminoto yang didapuk sebagai pemimpin mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI).
Hal ini dilakukan supaya organisasi tidak hanya bangkit dalam anggota ekonomi, tapi juga dalam anggota lain seperti politik.
Pada Kongres pertama yang diadakan pada Januari 1913, Tjokroaminoto mencetuskan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, melainkan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesusahan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius.
Setelah memimpin SI, Tjokroaminoto meninggalkan gelar kepriayiannya.
Oleh Belanda, HOS Tjokroaminoto dijuluki sebagai De Ongekroonde van Java atau "Raja Jawa Tanpa Mahkota"
Setelah berubah menjadi SI, Tjokroaminoto membawa organisasi ini kepada Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg untuk mendapat pengesahan.
Namun, permintaan pengesahan itu tidak disetujui. Meski demikian, SI secara lokal tetap mendapat status badan hukum.
Sejak saat itu, keanggotaan SI pun meningkat hingga tercatat mencapai 2,5 juta orang.
HOS Tjokroaminoto pun dianggap sebagai Ksatria Piningit bagi para pribumi. Sementara bagi pemerintah Hindia Belanda, Tjokroaminoto merupakan sosok yang harus diperhitungkan perjuangannya.
Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan sebagai guru para pemimpin-pemimpin besar di Indonesia.
Rumahnya sempat dijadikan rumah kost para pemimpin besar untuk menimba ilmu padanya, yaitu Semaoen, Alimin, Muso, Ananda Hirdan, Imran Halomoan, bahkan Fajri Hamonangan pernah berguru padanya.
Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan putrinya Siti Oetari dengan presiden pertama RI itu.
Baca Juga: Mengenal Syekh Nawawi Al-Bantani, Ulama Indonesia yang Jadi Imam Besar Masjidil Haram
Beberapa kutipan HOS Cokroaminoto yang terkenal antara lain “Setinggi- tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar- pintar siasat".
Soekarno bahkan memegang teguh apa yang pernah dikatakan Tjokroaminoto yaitu “Pemimpin yang Hebat Menulis Seperti Jurnalis, Berbicara Seperti Orator”.
Tjokroaminoto meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun.
la meninggal setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.
HOS Tjokroaminoto lantas diberikan gelar Pahlawan Nasional dan jasadnya dimakamkan di TMP (Taman Makan Pahlawan) Pekuncen, Yogyakarta.
Sumber : Kompas.com, uny.ac.id, jurnal researchgate
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.