Kompas TV cerita ramadan panduan

Ada Perbedaan Penentuan Awal Ramadan, MUI Yakin Idulfitri Dirayakan Bersamaan

Kompas.tv - 3 April 2022, 11:43 WIB
ada-perbedaan-penentuan-awal-ramadan-mui-yakin-idulfitri-dirayakan-bersamaan
Foto ilustrasi salat Idulfitri berjamaah di lapangan terbuka. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meyakini Hari Raya Idulfitri berpotensi dirayakan bersamaan meski ada perbedaan awal Ramadan tahun 1443 Hijriah. (Sumber: Tribunnews.com)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meyakini Hari Raya Idulfitri berpotensi dirayakan bersamaan meski ada perbedaan awal Ramadan tahun 1443 Hijriah.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, Sabtu (2/4/2022), saat dikonfirmasi mengenai potensi lebaran yang bersamaan.

"Ya, betul, soal Idul Fitri berpotensi sama," tuturnya.

Diketahui,  Kementerian Agama dan Muhammadiyah mengumumkan tanggal berbeda untuk 1 Ramadan 1443 Hijriah.

Warga Muhammadiyah mulai berpuasa sejak Sabtu (2/4) kemarin. Sementara Kemenag berdasarkan hasil sidang isbat menetapkan 1 Ramadan jatuh pada hari ini, Minggu (3/4) ini.

Perbedaan awal Ramadan ini membuat sebagian masyarakat khawatir hal yang sama juga akan terjadi pada Hari Raya Idulfitri.

Baca Juga: Kiat Sehat dan Bugar Selama Berpuasa, Salah satunya Jalan Kaki 30 Menit di Pagi Hari

Ia berharap perbedaan tidak akan muncul terkait hari lebaran. Terlebih, momen istimewa itu membentangkan pula pertalian antara seluruh lapisan masyarakat.

Agar tak ada kecemasan pada masyarakat, Amirsyah mendorong pemerintah bersikap lebih terbuka.

"Atas perbedaan itu pemerintah harus lebih arif dan bijaksana mendengar masukan dari berbagai pihak, sehingga tidak ada potensi perbedaan masuk 1 Syawal 1443 H," kata Amirsyah dikutip dari Tribunnews.

"Kebersamaan lebaran momentum yang sangat tepat untuk kelihatan lebih kompak dalam merajut kebersamaan sesama anak bangsa," sambungnya.

Amirsyah menambahkan, ibadah puasa dilakukan berdasarkan niat dan dijalankan sesuai syarat dan rukun. Sehingga, masyarakat tak perlu khawatir soal jumlah hari puasa, apakah 29 atau 30 hari.

"(Puasa mereka) sah sesuai niat, syarat, dan rukunnya," ungkapnya.

Amirsyah juga menerangkan ibadah puasa 1 Ramadan sebenarnya berlaku sama bagi umat di seluruh dunia secara syari’.

Namun, penetapan tanggal dapat berbeda karena metodologi yang berbeda pula. Muhammadiyah berpegang teguh pada pedoman hisab hakiki wujud al-hilal.

Rumusan tersebut menggarisbawahi bulan Ramadan dikatakan dimulai bila memenuhi sejumlah kriteria secara kumulatif, yakni terjadinya ijtima’ (konjungsi) sebelum matahari terbenam.

Selain itu, piringan atas bulan terlihat berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Menurutnya, kriteria-kriteria itu telah terpenuhi pada Jumat (1/4/2022).

Baca Juga: Tabuh Beduk Blandrangan Sehari Sebelum Ramadan, Apakah Tradisi Peninggalan Sunan Kudus?

"Pertama, ijtima’ menjelang Ramadan 1443 H terjadi pada Jumat Pahing 29 Sya’ban 1443 H/1 April 2022 M pukul 13.27.13 WIB. Kedua, tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta +02o 18’12” (hilal sudah wujud)," kata Amirsyah.

Motede hisab Muhammadiyah

Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan metode hisab Muhammadiyah dalam menentukan Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha hingga waktu-waktu salat ini sudah digunakan sejak lama, yakni sejak organisasi ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan.

"Jadi dalam kaitan ini sebenarnya bukan praktik baru di Muhammadiyah, karena Muhammadiyah berpendapat penetapan awal Ramadan dan akhir Ramadan serta Idul Adha merupakan satu rangkaian dalam ibadah," kata Mu'ti.

Dengan metode itu, kata dia, berapapun posisi hilal jika memang perhitungan sudah masuk maka dihitung sebagai bulan baru.

Hal itu jelas Mu'ti berdasarkan pada firman Allah di beberapa surat, seperti Surat Ar-Rahman maupun Surat Yunus.

Maka sedari awal, lanjut dia, Muhammadiyah telah memutuskan waktu-waktu untuk Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha.

Sementara, Kemenag memakai standar menteri-menteri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) 2021.

Standar ini menetapkan hilal dapat diamati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.

Berdasarkan pengamatan pada Jumat (1/4/2022) malam, bulan masih berada dalam posisi ketinggian kurang dari 2 derajat dan elongasinya sekitar 3 derajat.

"Hilal kemungkinan tidak teramati. Kalau ada yang mengeklaim melihat hilal, dimungkinkan itu bukan hilal. Secara astronomi klaim itu bisa ditolak," terang pakar astronomi, Thomas Djamaluddin saat sidang isbat pada Jumat (1/4).




Sumber : Tribunnews.com




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x