“Menariknya, pada 2015 PT. Q pernah mengajukan permohonan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp7T) namun ditolak DJP karena WP tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor. Jadi DJBC dan DJP sinergi,” ujar Yustinus.
Jadi, lanjutnya, ini memang modus PT Q mengaku sebagai produsen Gold Jewellry tujuan ekspor. Hal itu dilakukan untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 impor emas batangan, yang seharusnya 2,5% dari nilai impor (PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3).
“Sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi kami. Karena ekspor-lah yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT. Q. Dan tentu penyidikan yg dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis,” tutur Yustinus.
Selanjutnya, setelah dinyatakan P-21, atas perkara PT. Q dilakukan persidangan dengan hasil Putusan Nomor 2120/Pid.Sus/2016/PN.Tng tanggal 14 Februari 2017, yakni terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.
“Tak menyerah, DJBC mengajukan Kasasi dg putusan: http://a.No 1549K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017 : Terdakwa Mr. X (Perorangan) Dir PT Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dg pidana penjara 6 bulan & denda Rp2,3 M. http://b.No 1374K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017 : Terdakwa PT. Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dg pidana denda Rp500 juta,” terang pria yang juga menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Informasi (KLI) Kemenkeu itu.
“Namun, PT. Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan Putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan PT. Q Terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi BUKAN merupakan tindak pidana. Nah jelas ya di sini. Putusan MA yg menyatakan ini. Inkracht,” sambungnya.
Baca Juga: Soal Data Transaksi Mencurigakan, Wamenkeu: Tidak Ada Perbedaan
Yustinus menyampaikan, sejalan dengan penanganan perkara PT. Q, Kemenkeu-PPATK bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT. Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh DJBC, penelitian administrasi perpajakan oleh DJP, kemudian setelahnya penyelidikan dugaan TPPU. PPATK pun mengirimkan LHP kepada Kemenkeu.
“Saya insert di sini mengenai apa yg disampaikan Pak Mahfud, bahwa ada LHP PPATK yg diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen. Bukan tdk ditindaklanjuti. Justru sdg berproses maka dilakukan kegiatan intelijen utk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa,” ucapnya.
“Berdasarkan case PT. Q serta ditemukannya kesamaan modus, PPATK menyampaikan SR-205/PR.01/V/2020 kepada DJBC (by hand), berisi IHP atas grup perusahaan yg bergerak di bidang emas (9 WP Badan, 5 WP OP) dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp189,7 T,” lanjutnya.
Sejak tahun 2020, juga dilaksanakan tripartit yang merupakan forum intelijen Joint Analysis dengan callsign Jagadara (Juanda – Gatot Subroto – Rawamangun) dengan tujuan untuk optimalisasi penerimaan negara. Tiga lokasi itu adalah kantor pusat PPATK, DJP, dan DJBC.
“DJBC kemudian menindaklanjuti SR tsb, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di Bidang Kepabeanan. Nanti kita bahas sesuai ketentuan kepabeanan yg berlaku global,” kata Yustinus.
“Mempertimbangkan tdk adanya unsur pidana kepabeanan & telah dilakukan penyidikan, divonis, namun kalah di tingkat Peninjauan Kembali (PK), maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yg disampaikan ke DJP,” imbuhnya.
“Data di SR tsb dimanfaatkan DJP utk pemeriksaan bukti permulaan thd PT. Q, sehingga WP melakukan Pengungkapan Ketidakbenaran & diperoleh pembayaran sebesar Rp1,25 M serta berhasil mencegah restitusi LB SPT Tahunan 2016 yg sebelumnya diajukan oleh PT. Q sebesar Rp1,58 M,” sambungnya.
Baca Juga: Respons Sri Mulyani soal Laporan SPT Pajak 2023 Tak Lampaui Target
Yustinus menegaskan, Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia menyebut semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan
“Mhn maaf ada penyempurnaan informasi: sesuai ketentuan, yang mengajukan kasasi adalah Jaksa Penuntut Umum sesuai KUHAP. Tentu DJBC sbg penyidik dan JPU punya posisi yang sama shg memutuskan utk kasasi,” jelasnya Yustinus.
“Kemenkeu akan terus berkoordinasi dg PPATK dan APH lain, tentu dlm arahan Komite Nasional PP TPPU. Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal. Terima kasih utk dukungan dan sinergi yg bagus,” pungkasnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.