Dalam pemenuhan kebutuhan kereta baru dan bukan baru ini, KAI Commuter telah melakukan Forum Group Discussion (FGD) terlebih dulu, dengan melibatkan para stakeholders baik dari kementerian, pengamat dan komunitas pengguna commuterline.
"Hasilnya, impor kereta bukan baru memang menjadi pilihan utama untuk menggantikan kereta-kereta yang dikonservasi. Terdapat pilihan lain dengan melakukan upgrade teknologi pada kereta yang akan dikonservasi, hanya saja pilihan tersebut membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk pengerjaannya," tutur Anne.
Baca Juga: Penumpang Kereta Tak Perlu Bawa Kartu Vaksin, Karena Migrasi PeduliLindungi ke SatuSehat Lancar
KAI Commuter juga sudah berdiskusi dengan PT INKA, Jepang dan Spanyol terkait sharing upgrade teknologi ini.
Anne menjelaskan, kereta bukan baru yang sebelumnya dilakukan oleh KAI Commuter tidak serta merta langsung digunakan untuk operasional commuterline.
Namun, KAI Commuter melakukan upgrade pada gerbong-gerbong kereta yang diimpor itu. Misalnya, mengganti air conditioner (AC) di dalam kereta, bangku-bangku di setiap kereta dengan barang-barang yang memiliki tingkat TKDN (Tingkat Komponen Dalam) yang tinggi.
"Setelah dilakukan pekerjaan di interior dan eksterior kereta ini, dari hitungan KAI Commuter tingkat TKDN setiap trainset kereta menjadi 40%-an, di atas standar yang ada. Semua produk yang digunakan merupakan produk dalam negeri. Saat ini KAI Commuter masih belum mendapat izin untuk kereta bukan baru tersebut," ungkap Anne.
Baca Juga: Ada Rel Patah Antara St. Pasar Minggu- St. Manggarai, KAI Commuter Minta Maaf
Selama proses perizinan belum diberikan, KAI Commuter akan melakukan optimalisasi rekayasa pola operasi agar operasional perjalanan commuterline tetap melayani para pengguna di seluruh Lintas Jabodetabek.
"Saat ini kami melayani lebih dari 800 ribu pengguna per hari (Sebelum pendemi sudah dapat melayani 1,2 juta pengguna per hari)," ucapnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.