JAKARTA, KOMPAS.TV- Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya jadi 5,75 persen pada Kamis (19/1/2023) kemarin. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan itu akan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Perry memaparkan, nilai tukar rupiah mengalami penguatan sejak awal tahun 2023. Hingga 18 Januari 2023, rupiah menguat 3,18 persen secara point to point dan 1,20 persen secara rerata terhadap dollar AS dibandingkan dengan level Desember 2022.
Menurut Perry, tren penguatan rupiah disebabkan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik, sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik yang tetap baik.
Penguatan rupiah juga ditopang oleh stabilitas yang terjaga, imbal hasil aset keuangan domestik yang tetap menarik, dan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda.
"Nilai tukar rupiah ke depan akan menguat sejalan dengan prospek ekonomi yang membaik dan akan menurunkan inflasi lebih lanjut," kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, seperti dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Mobil Pengangkut Uang Terbalik di Padang Pariaman, Uang Miliaran Rupiah Berhamburan
Perry menyebut jika rupiah menguat saat ini lebih baik dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya.
Misalnya seperti mata uang Peso Filipina menguat sebesar 2,08 persen sejak 1 Januari 2023 atau secara year to date (ytd), Ringgit Malaysia sebesar 2,04 persen ytd, dan Rupee India sebesar 1,83 persen ytd.
Ia menekankan, rupiah harus terus menguat karena diperlukan untuk mengendalikan inflasi, terutama inflasi karena barang impor (imported inflation). Jika rupiah melemah, barang impor yang masuk ke RI harganya jadi lebih mahal, karena dibeli dalam dollar AS.
"Nilai tukar Rupiah menguat sehingga mendukung stabilitas perekonomian," ucapnya.
Ia menjelaskan, BI sudah melalukan beberapa upaya untuk menperkuat rupiah. Diantaranya dengan memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian atau penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Baca Juga: Kabar Gembira, Bunga KPR Belum Naik dan Cenderung Turun, BRI Termasuk
Kemudian, BI juga melanjutkan penjualan atau pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan suku bunga acuan dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah.
"Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengendalikan imported inflation diperkuat dengan operasi moneter valas, termasuk implementasi instrumen berupa term deposit valas dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) sesuai mekanisme pasar," papar Perry.
Sementata itu, ilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore ditutup turun tipis seiring kenaikan suku bunga acuan.
Rupiah ditutup melemah 17 poin atau 0,11 persen ke posisi Rp15.104 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.088 per dolar AS.
"Keputusan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps sudah sesuai dengan harapan pasar. Dalam pernyataannya BI secara umum terlihat cukup optimistis akan pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian dan perlambatan global," kata Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong dikutip dari Antara.
Baca Juga: Ternyata Ini Biang Kerok Badai PHK Startup: Bunga Acuan, Inflasi, dan Perang Rusia-Ukraina
Lukman menuturkan respons investor juga terlihat cukup positif dengan rupiah rebound setelah pengumuman BI, namun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih ditutup melemah tipis.
Sedangkan Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan, kenaikan suku bunga acuan BI tersebut bisa menjaga rupiah tidak terlalu melemah terhadap dolar AS karena spread suku bunga antara BI dan The Fed melebar.
"Tapi sentimen penggerak utama USDIDR (nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS) biasanya dari eksternal seperti kebijakan The Fed dan kekhawatiran resesi global," ujarnya.
Sementara Ekonom sekaligus Executive Director Segara Institute Piter Abdullah mengatakan kenaikan suku bunga acuan sudah diperkirakan akan berlanjut pada 2023.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen sudah memperhitungkan kenaikan suku bunga acuan tersebut sehingga tidak mengagetkan pelaku ekonomi.
Baca Juga: Ingat Ya! Cuti Bersama Imlek Senin 23 Januari Tidak Wajib untuk Pekerja Swasta
Menurut dia, kenaikan suku bunga acuan BI akan semakin memperkuat rupiah yang selama sepekan terakhir sudah mengalami tren penguatan. Tetapi, tren penguatan masih rentan (fragile), bergantung kepada dampak ketentuan Devisa Hasil Ekspor (DHE) terhadap suplai dolar AS di pasar valas.
"Apabila ketentuan DHE terbukti bisa menambah supply dollar, rupiah akan melanjutkan penguatan. Demikian juga sebaliknya, bila tidak terbukti menambah supply valas, rupiah berpotensi kembali melemah," kata Pieter.
Sumber : Kompas.com, Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.