JAKARTA, KOMPAS.TV- Kemacetan parah di Jakarta membuat setiap gubernurnya memutar otak, untuk mencari solusi guna mengurainya.
Salah satunya adalah wacana penerapan jalan berbayar Electronic Road Pricing (ERP) di Ibu Kota. Bahkan wacana tersebut sudah mengemuka sejak DKI dipimpin Gubernur Sutiyoso pada 2006 silam.
Namun hingga saat ini, setelah melewati kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Saiful Hidayat, Anies Baswedan, hingga Heru Budi Hartono yang menjabat sebagai Plt Gubernur ternyata belum terealisasi.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengaku masih terus melakukan kajian terkait program tersebut. Diantaranya dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama para ahli terkait tentang ERP, pada Rabu (15/12/2022) lalu.
Adapun draf rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pemberlakuan ERP di 25 jalan di Jakarta telah beredar di kalangan media.
Namun, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, draf itu masih berupa usulan.
"Rancangan itu baru berupa usulan saja, jadi belum menjadi sebuah regulasi atau peraturan daerah (perda)," kata Syafrin seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (10/1/2023).
Baca Juga: Heru Budi Buka Suara soal Tarif ERP Jakarta, Segini Besaran yang Diusulkan
"Rancangan perda ini sudah pernah dikirimkan tahun lalu dan sudah masuk dalam Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta. Pembahasan akan dilakukan lagi tahun ini tapi belum menjadi perda, jadi masih banyak turunannya," tambahnya.
Syafrin mengatakan, pihaknya berupaya agar aturan itu bisa rampung tahun ini.
“Saya tidak bisa memastikan pertengahan atau akhir tahun. Yang jelas tahun ini,” ucapnya.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI, Rancangan Perda Soal Pengendalian Lalu Lintas secara elektronik itu diusulkan memiliki 12 bab dan 29 pasal.
Dalam raperda itu, waktu pelaksana ERP dirancang setiap hari pada pukul 05.00-22.00 WIB di 25 ruas jalan di Jakarta yang dilaksanakan bertahap.
Yakni Jalan Pintu Besar Selatan; Jalan Gajah Mada; Jalan Hayam Wuruk; Jalan Majapahit; Jalan Gatot Subroto; Jalan M. T. Haryono; Jalan D. I. Panjaitan; Jalan Jenderal A. Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya - Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan); Jalan Pramuka; Jalan Salemba Raya; Jalan Kramat Raya;
Baca Juga: Intip Sejarah Pasar Kue Subuh Senen yang akan Tutup Setelah 34 Tahun Beroperasi
Jalan Pasar Senen; Jalan Gunung Sahari; Jalan H. R. Rasuna Said. Jalan Medan Merdeka Barat; Jalan Moh. Husni Thamrin; Jalan Jend. Sudirman; Jalan Sisingamangaraja; Jalan Panglima Polim; Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1 - Simpang Jalan TB Simatupang); Jalan Suryopranoto;
Jalan Balikpapan; Jalan Kyai Caringin; Jalan Tomang Raya; dan Jalan Jenderal S. Parman (Simpang Jalan Tomang Raya - Simpang Jalan Gatot Subroto).
Berdasarkan pemaparan Dinas Perhubungan DKI pada rapat Bapemperda DPRD DKI pada 3 Oktober 2022, ERP dinilai sebagai salah satu solusi menekan kemacetan melalui pengendalian lalu lintas kendaraan bermotor atau sebagai push strategy.
Lantaran pesatnya peningkatan penggunaan kendaraan bermotor mendorong tingginya kecelakaan lalu lintas yakni 60 persen kecelakaan lalu lintas di Jakarta melibatkan sepeda motor berdasarkan data Polda Metro Jaya pada 2018.
Selain itu, juga mendorong polusi udara yakni sebanyak 44,5 persen oleh sepeda motor dan 14,2 persen oleh mobil berdasarkan data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal pada 2019.
Dalam raperda itu juga diatur pengecualian yakni sepeda listrik, kendaraan bermotor umum pelat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah, TNI/Polri di luar yang berpelat hitam.
Baca Juga: Ramai Warga Twitter Mengeluhkan Driver Grab Naikkan Tarif Sendiri
Kemudian, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan pemadam kebakaran.
Jalan berbayar atau ERP untuk mengatasi kemacetan sudah diterapkan oleh beberapa negara di dunia. Adalah Singapura negara yang pertama menerapkan ERP.
Wilayahnya yang sempit membuat Singapura memiliki panjang jalan raya yang pendek. Aktivitas bisnis keuangan, komersial, dan pariwisata di Singapura membuat negara itu juga dipadati pelaku perjalanan internasional dari seluruh dunia setiap tahunnya.
Di Singapura, tarif ERP yang lebih tinggi diterapkan di jalan-jalan Kawasan pusat bisnis selama jam sibuk.
Sehingga pengendara yang melintas di jam tersebut, harus mengeluarkan uang lebih banyak.
Belum lagi tarif parkir yang mahal di Gedung-gedung perkantoran di Kawasan bisnis. Alhasil, orang-orang memilih menggunakan transportasi umum.
Sumber : Kompas TV, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.