“Terkait masalah BPJS perlu duduk bareng lagi antara Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan agar teknis pada pelaksanaan pembayaran bagi mereka yang belum mempunyai kartu BPJS Kesehatan dipermudah, tidak dipersulit,” tambahnya.
Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR-RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, mengkritisi dan menolak pemberlakuan syarat wajib terdaftar BPJS Kesehatan itu.
HNW sapaan akrabnya menilai, aturan tersebut tidak relevan dan akan semakin memberatkan calon jamaah umrah dan haji khusus yang sudah banyak tertunda keberangkatannya selama pandemi covid-19. Serta menimbulkan inefisiensi bagi para calon jemaah umrah dan haji khusus, yang umumnya telah memiliki kartu asuransi jaminan kesehatan pribadi.
“Pada prinsipnya kami mendukung suksesnya program BPJS, karena memang bermanfaat untuk warga. Tapi mestinya dia berlaku secara elegan, program yang prinsipnya sukarela itu mestinya tidak diwajibkan untuk hal-hal yang tidak relevan seperti bagi para calon jamaah haji khusus dan umrah, penyelenggara perjalanan Haji dan Umroh, serta pendidik dan peserta didik di lingkungan Kementerian Agama,” tutur HNW dikutip dari laman resmi Fraksi PKS.
Ia menuturkan, Presiden seharusnya lebih fokus dan rinci membuat Inpres untuk memperbaiki kinerja BPJS Kesehatan dan layanan-layanan kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas-Puskesmas rujukan BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Kemenag Buka Pendaftaran Petugas Haji 2023, Simak Syaratnya!
Bukan malah membuat aturan tambahan yang justru menambah beban kepada birokrasi, juga kepada kelompok masyarakat yang tak langsung terkait seperti para jamaah umrah dan haji khusus.
Dalam Inpres 1/2022, yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 6 Januari 2022, terdapat tiga kelompok yang diinstruksikan oleh Presiden bagi Menteri Agama untuk memiliki kepesertaan BPJS aktif. Yakni pelaku usaha dan pekerja pada PPIU dan PPIH, calon jamaah umrah dan jamaah haji khusus, serta peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan di lingkungan Kemenag.
“Ketentuan tersebut akan menambah beban yang tidak relevan, pasalnya syarat untuk mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan harus membayar premi bulanan. Hal ini akan menjadi biaya tambahan bagi calon jamaah, selain juga merugikan bagi mereka yang umumnya telah memiliki asuransi kesehatan pribadi di luar BPJS Kesehatan,” terang HNW.
“Misalnya satu keluarga berisi 4 orang hendak umrah, maka harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 600.000 untuk mendaftar BPJS kelas I. Belum lagi jika keberangkatan umrah ditunda karena peningkatan kasus covid-19, maka biaya premi tersebut harus dibayar tiap bulannya agar kepesertaan mereka tetap aktif. Padahal mungkin sebagian mereka tidak akan menggunakan layanannya karena sudah memiliki asuransi lain,” sambungnya.
Ia melanjutkan, boleh saja mereka dihimbau untuk sedekah/hibah membantu BPJS Kesehatan. Tapi menjadikannya sebagai persyaratan wajib, selain tidak rasional juga bisa berdampak kepada pelanggaran terhadap hukum Agama.
“Sebab mestinya calon jemaah Umroh/haji khusus dimudahkan, bukan malah diwajibkan melakukan sesuatu yang tidak relevan dan tidak wajib, yang kalau mereka menolak, bisa jadi keberangkatan mereka juga ke tanah suci jadi terganggu,” tandasnya.
Sumber : Kontan.co.id, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.