JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk menghitung pasokan beras yang dimiliki Indonesia dengan cermat. Pernyataan Jokowi ini menyentil Dirut Perum Bulog Budi Waseso dan Menteri Pertamina Syahrul Yasin Limpo yang sebelumnya adu argumen soal data stok beras dalam negeri.
“Hati-hati mengenai ini, karena nanti bisa larinya pada masalah sosial dan politik. Sehingga utamanya yang berkaitan dengan beras betul-betul hitung-hitungannya itu, betul-betul hitung-hitungan lapangan," kata Jokowi dalam rapat kabinet di Istana Negara, Selasa (6/12/2022), seperti dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet.
"Jangan sampai perhitungan kita keliru, sehingga kita tidak menyiapkan reserve (cadangan) dan pada suatu titik cadangan kita habis, dilihat oleh pedagang, dan akhirnya harga beras pasti akan naik. Ini supply dan demand pasti akan menyimpulkan itu,” ujarnya.
Presiden Jokowi melanjutkan, di tengah situasi dunia yang masih tidak baik-baik saja ini, maka kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak harus dikalkulasi.
Ia meminta lembaga dan kementerian untuk bekerja sama, jangan mementingkan ego sektoral.
Baca Juga: Data Stok Beras Bulog dan Kementan Berbeda, DPR Minta Wacana Impor Beras Disetop
“Kuncinya, sekali lagi, kolaborasi antara kementerian dan lembaga, dan jangan terjebak pada ego sektoral, melakukan konsolidasi data, konsolidasi policy, dan juga konsolidasi dari pelaksanaan atau implementasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, pemerintah harus bergerak cepat mengambil langkah alternatif untuk memenuhi stok cadangan beras pemerintah (CBP). Salah satunya dengan mengimpor beras.
Saat ini stok CBP di gudang Bulog sebanyak 651.000 ton. Jumlah tersebut kurang hampir setengahnya dari stok ideal yang harus dimiliki oleh Bulog sebanyak 1,2 juta ton.
"Kita harus cepat mengambil langkah alternatif untuk memenuhi kebutuhan ini. Karena kalau kita terlambat, di satu sisi kita sudah tahu tidak mungkin kita dalam waktu dekat bisa menyerap dalam jumlah besar. Karena barangnya selain tidak ada, harganya juga tidak memungkinkan," kata Budi Waseso dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, seperti dikutip dari Antara, Rabu (16/11/2022).
Buwas menjelaskan, CBP yang dimiliki Bulog merupakan beras milik negara yang penggunaannya untuk kebijakan pemerintah seperti bantuan sosial, bantuan bencana, maupun operasi pasar atau program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH).
Baca Juga: Dedi Mulyadi Sebut Suplai Beras di Pasaran Relatif Baik, tapi Dipegang oleh Bandar
Operasi pasar yang dilakukan Bulog dengan memasok beras di pasar bertujuan untuk menyeimbangkan antara pasokan dan permintaan sehingga harga beras tetap stabil.
Buwas menekankan, komoditas beras merupakan pangan pokok yang paling berkontribusi terhadap terjadinya inflasi pangan apabila harganya melonjak.
"Oleh karena itu Bulog memiliki tugas untuk menstabilkan harga beras guna menekan inflasi pangan yang akan berimbas pada angka inflasi nasional," ujar Buwas.
Ia mengakui saat ini Bulog mengalami kendala dalam penyerapan beras dalam negeri, karena ketersediaan yang rendah di tingkat produsen, dan juga harga beras atau gabah melonjak tinggi.
"Selain ada anomali cuaca, kita harus sadari kita tidak bisa pastikan hasil panen sesuai dengan fakta di lapangan, pasti produktivitas gabah pasti turun. Karena di beberapa wilayah, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung juga terendam banjir sawah yang sudah mau panen, sehingga akan mempengaruhi jumlah yang akan panen," ucapnya.
Selain itu, Buwas mengatakan bahwa Bulog tidak bisa terus menerus membeli beras di tingkat produsen dengan harga yang tinggi mengikuti mekanisme pasar karena akan menyebabkan inflasi.
Baca Juga: 500 Ton Beras Bulog Hilang Setelah Dipinjamkan ke Swasta, Buwas Akan Tempuh Jalur Hukum
Oleh karena itu menurutnya perlu dilakukan langkah alternatif dengan segera untuk memenuhi target stok CBP 1,2 juta ton pada akhir tahun.
Namun menurut pihak Kementerian Pertanian (Kementan), pasokan beras nasional sebanyak 8,05 juta ton masih cukup hingga akhir tahun.
Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Ismail Wahab menjelaskan pasokan tersebut tersebar di rumah tangga, penggilingan, hotel restoran dan kafe (horeka), pedagang dan bulog.
"Juni ada 9,7 juta ton tersebar di rumah tangga, penggilingan, horeka dan bulog," ujar Ismail dalam konferensi pers daring, Jumat (18/11).
"Kami kurangi dengan kondisi awal dari hasil survei di Juni, maka pada akhir 2022 kita akan punya stok 8,05 juta ton beras. Ini data yang kami hasilkan dari hasil survei dan hasil data BPS," ucapnya.
Berdasar data tersebut, Ismail mengakui pasokan yang dimiliki tahun ini memang menurun dibanding 2021 dengan periode yang sama. Data BPS juga mengungkapkan stok cadangan beras nasional periode April juga lebih tinggi dan mencapai 10,15 juta ton.
Namun, saat ini masih terdapat potensi gabah kering panen (GKP) hingga 62,77 kuintal per hektar dan gabah kering giling (GKG) kuintal per hektar.
Baca Juga: Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian: 52 Pemda Tak Serius Atasi Inflasi
"Nilai ini lebih tinggi dari 2021, pada 2021 hanya 52,26 kuintal per hektare," ujarnya.
Sementara Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menyatakan, wacana opsi impor beras mesti dihentikan. Kebijakan ini menimbulkan polemik lantaran data stok beras antara yang dimiliki Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Pertanian (Kementan) berbeda.
“Saya menolak wacana impor beras yang diutarakan Bulog. Sebab, klaim data Kementan menunjukkan produksi dalam negeri masih cukup dan meminta Bulog mengoptimalkan menyerap produksi dari petani. Selama ini, penyerapan dari Bulog selalu tidak memenuhi target," kata Johan dikutip dari laman resmi DPR RI, Kamis (24/11/2022).
Menurutnya, adanya perbedaan data stok beras di Indonesia ini menandakan kerja antar instansi pemerintah kurang harmonis, Sehingga, kebijakan impor beras yang diambil bisa tidak akurat, bahkan merugikan para petani Indonesia.
Adapun berdasarkan keputusan rapat di Komisi IV DPR RI, lanjutnya, menugaskan Bulog untuk menyerap beras petani lokal dengan harga komersial sebanyak 600.000 ton. Selain itu, informasi Kementan bahwa stok beras cukup dan tersedia untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Baca Juga: Sejarah KA Argo Parahyangan: Beroperasi Sejak 1971, Mau "Disuntik Mati" demi Kereta Cepat
“Persoalan rendahnya penyerapan produksi petani oleh Bulog ini harus dievaluasi. Jangan sampai ini malah dijadikan alasan untuk melakukan impor beras” ujarnya.
Wakil rakyat daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat I ini meminta Bulog memprioritaskan produksi dalam negeri terutama penyerapan gabah petani. Ia pun menekankan, jangan sampai pemerintah melakukan impor beras karena harga beras di pasar internasional sedang tinggi.
Ia juga mengkritik kinerja penyerapan oleh Bulog, di mana tren realisasi pengadaan beras dalam negeri hingga kini selalu menurun setiap tahun. Sebagai contoh, penyerapan tahun 2018 bisa mencapai 1,4 juta ton. Tahun 2019 mencapai 1,2 ton hingga konsisten menurun pada saat semester I tahun 2022, sekitar 550 ton.
“Kita mesti ingat bahwa klaim Kementan produksi beras tahun 2022 mengalami kenaikan sebesar 0,72 ton (2,29 persen) dibanding tahun 2021, tapi anehnya malah Bulog mewacanakan impor beras?” kata politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) itu.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.