JAKARTA, KOMPAS.TV- Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir menyatakan, faktor pertama yang menyebabkan muncul 'badai' PHK startup di Indonesia dan negara lain adalah dari sisi eksternal.
Seperti kenaikan suku bunga oleh bank sentral global, inflasi, dan perang Rusia-Ukraina.
"Ada faktor perang di awal 2022 dan terjadi kenaikan suku bunga untuk penanganan inflasi. Kenaikan suku bunga ini mempengaruhi cost of capital yang terjadi di pasar," kata Pandu seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/12/2022).
Selanjutnya adalah ekspektasi yang tinggi dari investor setelah melihat siklus bisnis yang terjadi dengan sangat cepat bagi perusahaan. Khususnya sektor teknologi ketika momentum pandemi Covid-19.
"Ini bisnis cycle yang amat cepat. Saat tahun 2020 terjadi pandemi, suku bunga menurun, pemerintah membantu dan banyak tumbuh perusahaan teknologi karena banyak shifting dari offline to online. Dan banyak perusahaan teknologi berkembang lebih cepat dari yang diharapkan selama 2020 sampai 2021," jelas keponakan Luhut Binsar Pandjaitan ini.
Baca Juga: PPKM Diperpanjang hingga 9 Januari 2023, yang Mau Liburan Nataru Simak Aturannya
Pandu pun membantah kalau besarnya gaji talenta digital startup sebagai biang kerok terjadinya 'badai' PHK, karena sumber daya manusia (SDM) bukan menjadi pengeluaran terbesar perusahaan startup.
Menurut Pandu, besarnya gaji yang diberikan itu adalah sebuah tren untuk mendapat talenta terbaik beberapa tahun lalu, dan tahun ini sudah semakin menurun.
Kemudian faktor ketiga terjadinya badai PHK adalah karena beberapa tahun lalu perusahaan banyak melakukan bakar uang sebagai strategi mendapatkan pasar yang besar.
"Anggaran perusahaan terbesar bukan di sumber daya manusia. Banyak perusahaan kini refocus pada bisnis mereka dan dan mengurangi burning cost, entah itu di marketing cost, business processing cost, semuanya itu dikurangi secara signifikan," ujar Pandu yang juga merupakan bos perusahaan motor listrik, Electrum.
Baca Juga: Sempat Dapat Investasi dari Jeff Bezos, Startup Ula PHK 134 Karyawan
Lebih lanjut, ungkap Pandu, tahun 2023 akan mengubah bentuk startup setelah 'badai' PHK tersebut.
Menurut dia, PHK telah mengajarkan perusahaan untuk kembali pada fokus bisnis mereka dan mengutamakan mengejar profit alih-alih mengejar pasar yang luas (market share).
"Saya optimistis pada 2023 karena banyak reshaping dari sisi industri. Mungkin akan ada yang merger, konsolidasi, dan pemenang dari ini akan jadi ultimate winner 5-10 tahun ke depan. Dan untuk perusahaan startup baru kemungkinan kualitas di 2023 bisa sangat bagus," tutur Pandu.
"Karena kualitas founder sudah berpikir bukan market share tapi cari solusi yang pas dengan capital yang tidak terlalu besar," pungkasnya.
Sebelumnya, Pendiri startup Ruangguru, Belva Devara dan Iman Usman mengakui jika faktor kondisi global jadi salah satu penyebab PHK yang mereka lakukan.
Dalam pernyataan bersama, Ruangguru menjelaskan masalah perusahaan itu dimulai saat rekrutmen besar-besaran sejak awal pandemi Covid-19 di tahun 2020.
Baca Juga: Erick Thohir: Utang Garuda Turun 50 Persen Setelah Direstrukturisasi
"Kami meminta maaf atas kegagalan kami dalam memprediksi dan mengantisipasi situasi ekonomi yang berkembang cepat," tulis keduanya di akun instagram masing-masing, dikutip Senin (21/11/2022).
"Di awal pandemi, layanan Ruangguru mengalami peningkatan permintaan yang besar yang berujung pada rekrutmen yang terlalu banyak dan terlalu cepat dalam dua tahun terakhir," tambahnya.
Setelah rekrutmen besar-besaran, ternyata situasi ekonomi global belakangan ini memburuk secara drastis dan berada pada titik terendah dalam puluhan tahun terakhir.
Terlihat dari tingginya angka inflasi dan kenaikan suku bunga yang membuat iklim investasi dunia memburuk secara signifikan.
"Hal ini berdampak luas kepada komunitas startup teknologi global, termasuk kami di Ruangguru," ujar mereka.
Hal serupa juga diakui oleh Chief Executive Officer Sea Ltd. Forrest Li. Sea Group merupakan induk usaha Shopee Indonesia.
Adapun PHK yang dilakukan Shopee Indonesia terhadap ratusan karyawannya beberapa waktu lalu, tak terlepas dari kondisi keuangan sang induk usaha, yaitu Sea Ltd.
Baca Juga: Debat Panas Said Didu Vs Stafsus Erick Thohir soal Argo Parahyangan Mau Dihapus demi Kereta Cepat
Perusahaan berbasis teknologi asal Singapura itu kini sedang menjalankan efisiensi ketat. Jajaran direksi Sea bahkan berkomitmen untuk tidak mengambil gaji mereka sampai kondisi keuangan perusahaan membaik.
Efisiensi yang dilakukan raksasa game dan e-commerce Singapura itu adalah upaya untuk melindungi diri dari perlambatan ekonomi yang mengancam perusahaan teknologi.
"Tim kepemimpinan telah memutuskan bahwa kami tidak akan mengambil kompensasi tunai sampai keuangan perusahaan bisa mandiri," kata Li.
“Kita sekarang dapat melihat bahwa ini bukan badai yang berlalu dengan cepat: kondisi negatif ini kemungkinan akan bertahan hingga jangka menengah," tambahnya.
Forrest Li mengakui saat ini bisnis sedang sulit. Yakni di era kenaikan suku bunga, inflasi tinggi, dan pasar yang bergejolak.
Baca Juga: Sri Mulyani: Ekonomi Sekuat Inggris tapi Kebijakan Fiskalnya Salah, Tetap Ngglempang!
Seperti diketahui, bank sentral di berbagai negara khususnya Amerika Serikat, telah beberapa kali menaikkan suku bunga acuannya. Hal itu membuat investor global mengalihkan investasi mereka ke instrumen yang lebih aman atau safe haven.
Misalnya emas, surat utang pemerintah AS, hingga menyimpan aset dalam mata uang dollar AS. Investor juga mempertanyakan prospek keuntungan perusahaan teknologi dan harga saham.perusahaan teknologi yang terus menurun.
Akibatnya, Sea Ltd telah kehilangan kapitalisasi pasar sekitar 170 miliar dollar AS.
"Dengan investor yang melarikan diri untuk investasi 'safe haven', kami tidak mengantisipasi untuk dapat mengumpulkan dana di pasar," ujar Li.
"Tujuan utama perusahaan untuk 12 hingga 18 bulan ke depan adalah untuk mencapai arus kas positif sesegera mungkin," sambungnya.
Sumber : Antara, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.