Hal itu, lanjut dia, sebagai bagian dari strategi pemerintah dalam menjaga ketersediaan beras.
“Jangan sampai beras yang diorientasikan untuk cadangan beras nasional ini, itu kemudian masuk ke pasar secara tiba-tiba, kan yang menikmati yang impor, bukan para petani.”
Saat ditanya apakah ia mengecek data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut tahun ini Indonesia mengalami surplus beras, Dedi menyebut tidak mengeceknya.
“Kalau saya sih enggak bilang ngecek, saya bilang dapil saya ini kan dapil area pertanian, termasuk juga saya sering ke wilayah produksi beras.”
“Saya ini tiap hari lho menerima pernyataan dari para petani, ‘Pak Dedi, tolong nih harga lagi bagus, kita lagi panen, jangan disiram, kalau disiram kita hancur lagi harganya’, ini kata mereka,” tuturnya lagi.
Menurutnya, ia selalu menjawab pertanyaan para petani tersebut dengan mengatakan bahwa impor yang dilakukan oleh Bulog hanya untuk mengisi gudang yang kosong.
“Saya selalu jawab, kalau pun mungkin Bulog harus melakukan impor, itu untuk mengisi gudang-gudang Bulog yang kosong, itu nanti tersinergi dengan program pemerintah yang selama ini tidak berjalan.”
“Kan serapan beras untuk bantuan pangan nontunai Kemensos ternyata tidak menyerap beras Bulog, mereka beli beras pasar,” lanjutnya.
Baca Juga: Harga Beras di Balikpapan Merangkak Naik Jelang Nataru
Hal yang diperbaiki menurut Dedi adalah manajemen pengelolaan distribusi beras di internal pemerintah, termasuk sinkronisasi data.
“Yang harus diperbaiki adalah manajemen pengelolaan, termasuk di internal pemerintah melakukan koordinasi, sinkronisasi data, sehingga tidak terjadi simpang siur data, yang dua-duanya dikeluarkan oleh pemerintah.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.