JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan untuk mengejar target pertumbuhan 5,3 persen di 2023. Angka tersebut adalah target yang dicantumkan dalam UU APBN 2023.
Hal itu ia sampaikan dalam Kompas 100 CEO Forum 2022 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
"Targetnya 5,3 persen. Tapi itu pertanyaannya apa bisa mencapai target di atas 5 persen itu karena ada tantangan geopolitik?" kata Sri Mulyani dikutip dari tayangan Breaking News Kompas TV.
Sri Mulyani menjelaskan, ekonomi dunia di tahun ini mengalami titik balik pada Februari 2022, saat Rusia menyerang Ukraina. Saat itu Indonesia sedang menyelenggarakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral anggota G20.
Baca Juga: Anggota DPR: Wacana Subsidi Motor Listrik Hanya Menguntungkan Pengusaha
Dengan adanya perang, pembahasan terkait tantangan dan proyeksi ekonomi 2022 berubah total saat itu. Hal serupa sebenarnya juga bisa terjadi di 2023, yang diramalkan akan lebih suram dari tahun ini. Ekonomi 2023 bisa saja membaik jika tiba-tiba ada kesepakatan menghentikan perang.
"Itu tipping point bisa terjadi juga di 2023 jika ada negosiasi dan perangnya terhenti," ujar Sri Mulyani.
"Namun yang tidak bisa diubah secara cepat oleh adanya tipping point adalah harga-harga yang sudah naik," ujarnya.
Seperti diketahui, Perang Rusia-Ukraina menimbulkan krisis pangan dan energi, sehingga membuat biaya hidup kian melambung.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga memproyeksi inflasi masih akan tinggi selama empat bulan pertama tahun 2023. Oleh karena itu, bank sentral di dunia masih akan menerapkan kebijakan suku bunga tinggi. Termasuk Bank Indonesia.
Baca Juga: Harga Telur Ayam di Jakarta Capai Rp34.000 per Kg, di Papua Tembus Rp40.000 per Kg
"Termasuk Surat Utang Negara (SUN) kita terkena capital outflow dari investor non resident (investor asing). Nah, seberapa resilient kita akan tetap bertahan di tengah tren kenaikan suku bunga?" ujar Sri Mulyani.
Ia mengatakan, karena aliran modal di pasar keuangan akan berkurang, perbankan nasional akan mengecek ulang penyaluran kreditnya. Perusahaan yang mau IPO di Bursa Efek Indonesia juga terdampak dari investor yang masuk ke Pasar modal.
Sri Mulyani menyebut, kuncinya adalah investasi dan konsumsi masyarakat, serta kinerja ekspor.
"Kalau investasi bisa tumbuh di atas 5 persen, itu bisa kita jaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen," ujarnya.
"Nah saya tanya CEO di sini, Anda confidence enggak untuk tetap ekspansi agar menjaga growth kita di atas 5 persen?" tanyanya pada para pimpinan perusahaan yang hadir.
Baca Juga: Susul Pertamina, Harga BBM Shell dan BP Juga Naik, Ini Daftarnya
Selain investasi, pertumbuhan konsumsi di atas 5 persen juga bisa mendorong tercapainya target pertumbuhan ekonomi 2023.
Lalu Sri Mulyani bercerita upaya pemerintah menjaga saya beli masyarakat. Salah satunya menahan kenaikan harga BBM dan tarif listrik.
Saat ICP di atas 100 dollar AS dan kurs rupiah di atas asumsi APBN yang sebesar Rp14.750, subsidi energi pun membengkak. Pemerintah harus menggelontorkan dana kepada Pertamina dan PLN berupa subsidi serta kompensasi, sehingga mereka bisa menjual BBM dan listrik dengan harga tetap rendah.
"Makanya PLN dan Pertamina nagih ke sayanya tinggi banget. Sampai Rp500 triliun," ujar Sri Mulyani.
"Itu buat menjaga agar rakyat tidak terdampak. Makanya kita redam (pakai subsidi)," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.