Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak UMP DKI yang sebesar Rp4,9 juta atau naik 5,6 persen. KSPI ingin agar UMP naik 10,55 persen jadi Rp5,1 juta.
Ia menilai, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tidak punya empati terhadap kehidupan buruh.
Baca Juga: UMP Sudah Diumumkan, 10 Asosiasi Pengusaha Ajukan Uji Materi Permenaker No 18 Tahun 2022
Menurutnya UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Oleh karena itu, KSPI pun mendesak agar Heru merevisi kenaikan UMP DKI sebesar 10,55 persen, sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.
"Kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," ujar Said dalam keterangan tertulisnya.
Ia menjelaskan, upah yang naik 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kehidupan buruh di Ibu Kota. Pasalnya semua biaya hidup sudah naik.
Mulai dari biaya sewa rumah minimal Rp900.000, transportasi dari rumah ke pabrik (pulang-pergi) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900.000.
Baca Juga: Aturannya UMP DKI Rp4,9 Juta Buat Pekerja dan Buruh yang Masa Kerja Kurang dari Satu Tahun
Lalu untuk makan di warteg tiga kali sehari dengan anggaran sehari Rp40.000 sehingga total menghabiskan Rp1,2 juta sebulan, biaya listrik Rp 400.000, biaya komunikasi Rp 300.000, sehingga totalnya Rp 3,7 juta.
"Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain?Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," ujarnya.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.