JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, realisasi pajak penghasilan karyawan atau PPh 21 meningkat di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di tanah air.
Dalam konferensi pers virtual APBN KiTA, Kamis (24/11/2022), Sri Mulyani menyatakan PPh 21 sepanjang Januari-Oktober 2022 tercatat sebesar Rp118,4 triliun. Jumlah itu naik 21 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).
"PPh 21 tumbuh 21 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya 2,7 persen. Ini adalah PPh karyawan dan memang ini menjadi sangat agak kikuk kalau dibandingkan dengan beberapa berita mengenai PHK," kata Sri Mulyani dikutip dari tayangan YouTube Kementerian Keuangan.
Sedangkan untuk Oktober 2022, penerimaan PPh 21 tumbuh 17,4 persen (YoY). Hal itu menunjukkan penghasilan para tenaga kerja secara akumulatif meningkat.
"Kalau kita lihat PPh 21 yang meningkat 21 persen berarti ada karyawan yang memang bekerja dan mendapatkan pendapatan, dan kemudian perusahaannya membayar PPh 21," ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Suram, Ekonom Sebut PHK Massal di Perusahaan Teknologi Masih Akan Berlanjut
"Pertumbuhannya (PPh 21) kalau kita lihat di kuartal kesatu di 18 persen, kuartal kedua di 19,8 persen, kuartal ketiga di 26,1 persen. Artinya untuk pertumbuhan pajak karyawan itu masih positif," ujarnya.
Namun, pemerintah tetap akan menyiapkan bantalan sosial untuk pekerja yang terdampak PHK. Bendahara negara itu mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan untuk menganggarkan bantuan kepada para pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang kini marak terjadi di Indonesia.
Hingga September 2022, sudah lebih dari 10.000 pekerja yang menjadi korban PHK.
"Kami akan melihat instrumen mana yang bisa dibantu dan siapa yang harus dibantu, apakah korporasi-nya atau buruh-nya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN KITA, Kamis (24/11/2022).
Jika nanti rencana itu direalisasikan, Kemenkeu akan berkoordinasi dengan berbagai pihak. Yakni Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Sri Mulyani Buka Opsi Beri Bantuan Pekerja Terdampak PHK, Ridwan Kamil Anggarkan BLT PHK
Begitu juga dengan sarana penyaluran bantuan. Pemerintah akan mempertimbangkan apakah bantuan berasal dari Kemenaker atau BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau dalam korporasinya kita sudah pernah menggunakan PPh 25 yang mungkin ditunda atau diperkecil. Hal-hal itu yang nanti akan kita deployed lagi. Jadi kita akan melihat berdasarkan siapa yang mau ditargetkan, korporasinya atau dari sisi pekerjanya," kata Sri Mulyani.
Ia menambahkan, fenomena badai PHK antara lain terjadi karena pengendalian permintaan ekspor, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki, dari beberapa negara maju dengan kenaikan suku bunga acuan yang agresif.
"Sampai Oktober memang ada tekanan terutama untuk TPT, kalau alas kaki relatif masih cukup baik. TPT terlihat mulai ada tekanan terhadap beberapa korporasi, ini yang akan kita waspadai dengan langkah-langkah apa yang harus disiapkan," tutur Sri Mulyani.
"Kami lihat ini dampaknya terhadap ekspor bukan hanya di Indonesia, tetapi di Vietnam dan Bangladesh," ujarnya.
Baca Juga: Buruh Jabar Minta UMP Naik 12 Persen, Pengusaha 6 Persen, Ridwan Kamil: Intinya Naik
Ia menuturkan terdapat tekanan pada ekspor tekstil dan produk tekstil di beberapa korporasi pada bulan Oktober 2022, sedangkan ekspor alas kaki masih cukup baik.
"Barang-barang ekspor kita terutama TPT dan alas kaki itu yang biasanya menjelang akhir tahun meningkat di negara maju karena mau menjalani natal dan tahun baru, dengan adanya langkah agresif dari bank sentral memang demand-nya dikendalikan. Itu permintaan terhadap ekspor barang-barang yang biasanya dikonsumsi, termasuk elektronik itu juga akan terpengaruh," ungkapnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menyampaikan, warga Jabar yang menjadi korban PHK oleh perusahaan yang terdampak langsung resesi, akan mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT). Resesi global diperkirakan akan terjadi pada 2023.
"Kepada yang terdampak langsung, kena PHK oleh perusahaan yang perdagangannya global karena pesanan turun, pabrik kurangi produksi. Nah, nanti ada Bantuan Langsung Tunai (BLT)," kata Ridwan Kamil seperti dikutip dari Antara, Jumat (18/11/2022).
Pria yang kerap disapa Kang Emil ini menjelaskan, saat resesi melanda global, pesanan barang akan menurun, sehingga pabrik mengurangi jumlah produksi yang dampaknya pada pengurangan karyawan.
Baca Juga: PHK 1.300 Pegawai, GoTo Beri Pesangon, Tambahan Gaji, Laptop, dan Konseling Karir
"Yang terdampak biasanya yang berhubungan dengan padat karya, tekstil dan lainnya," ujar Kang Emil.
BLT akan dicairkan, saat ada pengumuman resmi kondisi kedaruratan. Pemprov Jabar sudah mengalokasikan untuk BLT ini dari anggaran Biaya Tak Terduga dan Dana Transfer Umum sebesar dua persen.
"BLT ini sesuai dengan kondisi saat ada pengumuman kondisi kedaruratan, anggarannya dari BTT (Biaya Tak Terduga) dan Dana Transfer Umum dua persen sudah dialokasikan," katanya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.