Eko juga menilai kenaikan bunga acuan sebagai upaya menjaga nilai tukar rupiah saja. Ia menjelaskan, ekonomi Indonesia saat ini tengah mendapat momentum untuk tumbuh.
Penyebab utamanya adalah peralihan pandemi Covid-19 menjadi endemi. Sehingga aktivitas ekonomi di seluruh wilayah dan sektor kian bergeliat.
Baca Juga: Cara Ajukan Kredit Tanpa Agunan Lewat Aplikasi BRImo, Plafon Hingga Rp300 Juta
Hal itu juga terlihat dari penyaluran kredit perbankan yang masih tumbuh di atas 10 persen.
"Orang usaha itu, nyari modal, faktor utamanya bukan bunganya tinggi terus dia enggak jadi pinjam. Buat mereka enggak apa-apa bunga tinggi yang penting ekonomi jalan," terangnya.
Jika ekonomi bergerak, pengusaha akan dapat pemasukan banyak untuk menjalankan bisnisnya, membayar cicilan ke bank, namun tetap mendapat keuntungan.
Ia menambahkan, tingkat inflasi di Indonesia juga tidak setinggi di Amerika Serikat yang lebih dari 8 persen.
"Selama para pencari kredit masih banyak, dampak kenaikan suku bunga acuan tidak akan terlalu terasa," tandasnya.
Sementara itu, perbankan sudah mulai menaikkan bunga kredit mereka. Salah satunya adalah Bank BCA.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, bunga kredit sudah naik mengikuti kenaikan bunga acuan yang dilakukan sebelumnya.
Baca Juga: GoTo PHK 1.300 Karyawan, Ini Besaran Pesangon yang DIberikan
"Saya kira (langkah BI) ini sudah benar. Kenaikan bunga The Fed menyebabkan rupiah juga harus disesuaikan agar kurs dollar ke rupiah bisa dikendalikan secara baik," ucap Jahja kepada Kontan.co.id.
Sedangkan BCA baru akan menyesuaikan bunga deposito tahun ini. Sementara penyesuaian terhadap bunga kredit jenis lain, kata Jahja, masih membutuhkan evaluasi lebih lanjut ke depan.
Tiap bank memang memiliki penilaian yang berbeda-beda tentang kapan waktunya menyesuaikan bunga kredit dan simpanan, sesuai dengan risiko bisnis masing-masing.
Sumber : Kompas TV, Kontan.co.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.