JAKARTA, KOMPAS.TV- Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menegur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu, karena kerap menyampaikan ancaman resesi ekonomi dunia. Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan teguran dari JK itu bertujuan baik.
"Saya rasa tujuan Pak JK baik karena beliau memiliki pengalaman panjang sebagai wapres dan pengusaha. Kita tidak ingin menakuti-nakuti," kata Yustinus saat dikonfirmasi Kompas TV, Kamis (3/11/2022).
"Dari awal Bu Menteri, Presiden, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan yang lain itu memberikan background agar kita bersyukur bahwa Indonesia relatif lebih baik dari banyak negara atau proyeksi global," sambungnya.
Yustinus menyatakan, tetap optimistis dengan kondisi perekonomian Indonesia. Terlihat dari tagline di dalam APBN 2023, di mana pemerintah ingin menjaga optimisme dan kewaspadaan.
Baca Juga: Banyak Negara Sedang Berkonflik, JK Sebut KTT G20 Bali akan Ribet dan Dilematis
Sebelumnya, Jusuf Kalla berbagi cerita soal dirinya yang menegur Bendahara Negara itu melalui telepon. Hal tersebut diceritakan oleh JK secara langsung dalam acara HUT ke-44 Bukaka di Grand Indonesia Kempinski Ballroom, Jumat (28/10/2022).
Dia menceritakan perihal percakapannya dengan Sri Mulyani tentang kondisi perekonomian saat ini. Dalam percakapan tersebut, JK mengaku memberikan peringatan kepada Menkeu agar tidak menakut-nakuti publik.
"Saya bilang ke Sri Mulyani, jangan selalu kasih takut-takut orang besok akan, tahun depan akan kiamat. Saya telepon, jangan begitu, jangan kasih takut semua orang," kata JK.
Baca Juga: JK Ajak Masyarakat Optimistis di 2023: Resesi Tidak Banyak Sentuh Asia Tenggara
Pada kesempatan yang berbeda, JK menilai Indonesia akan tahan terhadap krisis ekonomi yang melanda dunia.
Bukan hanya Indonesia, negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga menurutnya masih mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang baik.
"Di Asia Tenggara jauh relatif lebih baik, termasuk Indonesia. Kalau kita lihat ramalan World Bank, Vietnam tumbuh 7,5 persen, Filipina sekitar 7 persen, kalau tidak salah, Malaysia 6,4 persen, dan Indonesia 5 persen. Di ASEAN ini kita nomor 4," kata JK dalam diskus virtual "Global Economy: Reflections and Challenges for Indonesia Post G20 Presidency", Rabu (2/11/2022).
Menurut JK, ekonomi Indonesia bisa tetap tumbuh karena banyak mengambil peluang dari dampak Perang Rusia-Ukraina.
Perang tersebut menyebabkan krisis energi dan krisis pangan, yang membuat biaya hidup di banyak negara jadi sangat tinggi, serta bencana kelaparan di negara-negara miskin.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Dunia Bakal Resesi di 2023, Ini Pilihan Investasi yang Tahan Krisis Ekonomi
"Ada peluang dari krisis energi dan pangan, justru berikan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Buktinya kita jual batu bara, supply mereka dengan batu bara, yang harganya naik. Pengusaha dapat keuntungan tinggi, di samping itu negara tentu dapat pendapatan pajak daripada ekspor," ungkap Jusuf Kalla.
"Itu bisa kurangi defisit, ada positifnya neraca perdagangan kita jadi lebih baik, lebih surplus," tambahnya.
Di sisi lain, ia mengakui nilai tukar rupiah melemah imbas dari krisis. Namun hal itu juga bisa dimanfaatkan dengan menggenjot ekspor, karena produk dari Indonesia menjadi murah.
"Dalam krisis mata uang misalnya nilai dolar yang sedang naik. Pengalaman krisis terdahulu juga bagi daerah-daerah penghasil komoditas di luar Jawa malah kesempatan meraih keuntungan besar," ujar politisi senior Partai Golkar itu.
Baca Juga: Inflasi Tinggi di AS, Sri Mulyani Makan Taco dan Burrito Seharga Rp200.000
Booming komoditas ini pada akhirnya membantu pemerintah menjalankan roda perekonomian. Karena mendapat tambahan pemasukan hingga ratusan triliun rupiah.
"Hal itu tentunya akan menghasilkan keuntungan yang sangat tinggi bagi pengusaha dan bagi negara mendapatkan keuntungan pajak ekspor hampir Rp400 triliun yang dapat membantu mengurangi defisit perekonoman," lanjutnya.
Ia pun meminta masyarakat untuk tetap optimistis di sisa tahun ini dan juga tahun 2023. Ia menegaskan, Indonesia pernah bertahan saat Amerika Serikat mengalami krisis keuangan pada 2008.
Saat itu perekonomian Indonesia masih bisa tumbuh 4,5 persen.
"Karena krisis ekonomi dunia tidak berarti tersambung ke negara dan belahan lain dunia. Tidak seperti itu," tandasnya.
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.