Baca Juga: 189.803 Mobil Dinas akan Diganti Mobil Listrik Secara Bertahap Pakai APBN, Jokowi Sudah Setuju
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, konversi kompor gas ke kompor listrik adalah kebijakan yang inkonsisten, tanpa perencanaan matang, dan tidak ada urgensinya.
Banyak masyarakat yang menentang selama masa uji coba berlangsung. Misalnya para pedagang yang berjualan ketupat dan rendang, yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk memasaknya.
"Belum lagi pedagang keliling seperti pedagang bakso itu, bagaimana mereka memakai kompor listrik," kata Trubus kepada Kompas TV beberapa waktu lalu.
Trubus juga menyebut kebijakan konversi kompor gas ke kompor listrik sebagai kebijakan politis. Ia menyinggung tata kelola gas dalam negeri yang amburadul. Gas sebagai kekayaan negara, lanjutnya, harusnya dikelola oleh negara.
Tapi saat ini gas dikelola oleh pihak ketiga untuk diekspor, lalu Indonesia harus membelinya dari pihak luar. Dengan dibatalkannya kebijakan tersebut, Trubus mengatakan sudah terjadi pemborosan dan penyalahgunaan anggaran.
Baca Juga: Konversi Kompor Listrik Batal, Pemerintah Akan Dorong Program Jaringan Gas
Ia juga memandang gaya komunikasi pemerintah dan PLN saat mensosialisasikan kebijakan itu tidak efektif cenderung buruk. Masyarakat belum mendapatkan pemahaman apakah listrik benar-benar bisa efektif saat digunakan memasak.
"Saya diskusi dengan orang warteg, mereka ngeluh mau dijual berapa dagangannya kalau masak pakai kompor listrik. Sekarang saja harga makanan di warteg sudah naik karena harga BBM," ucap Trubus.
"Pedagang warteg juga khawatir pihak PLN akan seenaknya menaikkan tarif listrik, jika semua warga sudah menggunakan kompor listrik," katanya.
Menurutnya, PLN harus menggenjot pemakaian listrik industri. Karena pemakai listrik terbesar salah UMKM dan home industry. PLN harus berkolaborasi dengan industri dengan memberikan tarif yang murah.
"Jangan dengan tarif yang sekarang, mahal. Kalau tarif listriknya tinggi biaya produksi juga tinggi sehingga harga-harga mahal," ujarnya.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.