Depresi ini berlangsung hampir 10 tahun dan mengakibatkan hilangnya pendapatan besar-besaran, rekor tingkat pengangguran, dan kehilangan output, terutama di negara-negara industri.
Di Amerika Serikat sendiri, tingkat pengangguran mencapai hampir 25 persen pada puncak krisis tahun 1933.
Krisis ini dimulai ketika negara-negara anggota OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak)—terutama terdiri dari negara-negara Arab—memutuskan untuk membalas Amerika Serikat sebagai tanggapan atas pengiriman pasokan senjatanya ke Israel selama Perang Arab-Israel Keempat.
Negara-negara OPEC mendeklarasikan embargo minyak dan secara tiba-tiba menghentikan ekspor minyak ke Amerika Serikat dan sekutunya.
Hal ini menyebabkan kekurangan pasokan minyak dalam jumlah besar dan lonjakan harga minyak yang parah sehingga menyebabkan krisis ekonomi di AS dan banyak negara maju lainnya.
Baca Juga: Beda dari Resesi Ekonomi, RI Pernah Alami Krisis Ekonomi Parah pada 1998
Yang unik dari krisis ini adalah terjadinya inflasi yang sangat tinggi secara bersamaan (dipicu oleh lonjakan harga energi) dan stagnasi ekonomi (akibat krisis ekonomi).
Para ekonom pun menyebut era tersebut sebagai periode “stagflasi” yang merupakan gabung dari kata stagnasi dan inflasi.
Krisis ini bermula dari Thailand pada tahun 1997 dan dengan cepat menyebar ke seluruh Asia Timur beserta mitra dagangnya.
Aliran modal spekulatif dari negara-negara maju ke ekonomi Asia Timur seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Korea Selatan (yang saat itu dikenal sebagai “Macan Asia”) telah memicu era optimisme yang mengakibatkan pemberian kredit yang berlebihan dan terlalu banyak akumulasi utang di negara-negara tersebut.
Pada bulan Juli 1997 pemerintah Thailand harus meninggalkan nilai tukar tetapnya terhadap dolar AS yang telah dipertahankan begitu lama, dengan alasan kurangnya sumber mata uang asing.
Hal itu lantas memulai gelombang kepanikan di pasar keuangan Asia dan dengan cepat menyebabkan pembalikan luas miliaran dolar investasi asing.
Baca Juga: Tertekan Imbas Resesi dan Depresiasi Rupiah, Pengusaha Atur Siasat Hadapi Krisis
Ketika kepanikan menyebar di pasar dan investor semakin waspada terhadap kemungkinan kebangkrutan pemerintah Asia Timur, ketakutan akan krisis keuangan di seluruh dunia mulai menyebar. Butuh waktu bertahun-tahun agar semuanya kembali normal.
Dana Moneter Internasional (IMF) juga harus turun tangan untuk membuat paket bailout bagi ekonomi yang paling terkena dampak untuk membantu negara-negara tersebut menghindari default.
Siapa yang tak kenal dengan Krisis Keuangan pada periode 2007 dan 2008.
Krisis ini memicu Resesi Hebat (Great Recession), krisis keuangan paling parah sejak Depresi Hebat tahun 1929-1939, dan mendatangkan malapetaka di pasar keuangan di seluruh dunia.
Dipicu oleh runtuhnya gelembung perumahan di AS, krisis tersebut mengakibatkan runtuhnya Lehman Brothers (salah satu bank investasi terbesar di dunia).
Banyak pula lembaga keuangan dan bisnis utama jatuh ke jurang kehancuran, dan membutuhkan dana talangan pemerintah dengan jumlah proporsi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Butuh waktu hampir satu dekade untuk kembali normal dari krisis tersebut yang membuat jutaan pekerjaan hilang dan miliaran dolar pendapatan di menguap.
Baca Juga: Sejumlah Komoditas Ekspor Kinerjanya Tak Terpengaruh Resesi Dunia, Sawit Tetap Jaya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.