JAKARTA, KOMPAS.TV- Bank Indonesia (BI) baru saja merilis posisi Utang Luar Negeri Indonesia (ULN) pada Juli 2022. Tercatat ULN swasta termasuk BUMN sebesar 206,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp3.073,8 triliun (asumsi kurs Rp14.900).
Angka tersebut meningkat jika dibanding Desember 2019 atau sebelum pandemi, yang sebesar 201,4 miliar dollar AS.
Pengamat perbankan yang juga Dosen Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto menilai, naiknya utang swasta sebenarnya mengindikasikan adanya perbaikan dunia usaha setelah dihantam pandemi.
Walaupun jika dilihat perkembangan setiap tahunnya sejak 2019 hingga akhir 2021, tren ULN swasta menunjukkan dinamika sesuai aktivitas bisnis.
Berdasarkan data BI, ULN swasta di Desember 2019 adalah sebesar 201,4 miliar dollar AS, lalu Desember 2020 sebesar 207,69 miliar dollar AS, dan pada Desember 2021 tercatat sebesar 205,87 miliar dollar AS.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Turun, Bank Indonesia Jelaskan Penyebabnya
"Utang naik itu sebenarnya menunjukkan dunia usaha bangkit. Tapi kalau dibandingkan 2020 kan justru menurun. Padahal 2020 itu lagi puncaknya pandemi," kata Doddy saat dihubungi Kompas TV, Kamis (15/9/2022).
"ULN swasta itu mengikuti dinamika bisnis saja. Kalau saya menyebutnya itu banyak "noise" nya. ULN itu bisa jadi modal kerja, lalu karena bentuknya obligasi jadi bisa dijual belikan. Yang tadinya bukan utang luar negeri jadi ULN," tambahnya.
Menurutnya, meski secara angka jumlahnya meningkat dibanding level pra-pandemi, tren ULN swasta cukup stabil. Yang terpenting adalah dunia usaha bisa mengatur utang tersebut untuk kepentingan produktif.
"Yang penting produktif dan manageable. Lagipula kalau dilihat rasio ULN terhadap PDB kan masih sekitar 30an persen," ujarnya.
Per Juli 2022, rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) berada kisaran 30,7 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 31,8 persen.
Baca Juga: Ketua MPR Singgung Kenaikan Utang Jadi Beban, Sri Mulyani Sebut Kerja Keras 2 Tahun
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta dunia usaha mewaspadai lonjakan bunga utang pada tahun 2022 ini, akibat kondisi global yang penuh ketidakpastian.
Hal ini disebabkan oleh perubahan kebijakan moneter banyak negara di dunia dan pengetatan likuiditas. Diawali oleh Amerika Serikat (AS) yang memilih menaikan suku bunga acuan untuk merespons lonjakan inflasi dan memberikan dampak terhadap pasar keuangan global.
"Sejumlah negara berkembang seperti Meksiko, Brasil dan Afrika Selatan naikan suku bunga acuan secara signifikan untuk menangani inflasi di dalam negeri maupun antisipasi spill over dari pengetatan kebijakan moneter dan likuiditas global," tutur Sri Mulyani saat menghadiri Rapat Paripurna DPR, Jumat (20/5/2022).
"Ini harus kita waspadai khususnya implikasi naiknya cost of fund untuk pembiayaan baik APBN maupun untuk sektor korporasi swasta dan BUMN. Hal ini potensi ancam pemulihan ekonomi Indonesia yang masih di tahap awal dan cukup rapuh," sambungnya.
Doddy menilai, peringatan Menkeu itu sebenarnya agar swasta benar-benar menghitung dampak kenaikan bunga acuan dan faktor lainnya, terhadap beban utang mereka. Bukan hanya sekedar tahu dan mencermati keadaaan saja.
Baca Juga: Biar Uang Enggak Dimakan Rayap, Simak Produk Tabungan di Bank Bebas Biaya Admin
"Ibu Sri Mulyani itu minta swasta aware dan benar-benar diukur. Anda (swasta) harus sadar dengan kondisi sekarang, lakukan assestment dengan benar, dan lakukan tindakan," ujar Doddy.
"Swasta juga pasti sudah langsung mengontak bankernya, Mereka itu lebih sophisticated kalau ngutang. Kreditur luar negeri juga kan kalau minjemin uang pasti lebih kritis, dicermati betul latar belakang krediturnya," lanjut Doddy.
Ia menerangkan, meskipun saat ini suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The Fed sudah naik dan ada kemungkinan untuk naik lagi, dampaknya terhadap ULN swasta tidak terlalu besar.
Soalnya, ULN swasta didominasi oleh utang jangka panjang, bukan utang jangka pendek.
"Dampaknya enggak sekenceng untuk utang jangka panjang. Karena kalau utang jangka pendek kan ngikutin pergerakan dollar yang menguat setelah The Fed naikin suku bunga," terangnya.
Data BI menunjukkan ULN Indonesia, baik pemerintah dan swasta, memang didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 86,8 persen dari total ULN.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.