JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah diminta berpikir ulang sebelum menaikkan bahan bakar minyak (BBM) khususnya pertalite dan solar yang disubsidi.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menilai dampak kenaikan pertalite dan solar bisa membuat laju inflasi tahun ini meroket.
Kenaikan harga BBM bersubsidi dinilai akan menyulut harga-harga lainnya, terutama transportasi dan bahan kebutuhan pokok.
Baca Juga: Survei Ombudsman: Mayoritas Masyarakat Tak Tahu Alasan Kuota BBM Bersubsidi Dibatasi
Selain itu, Didi menyatakan dampak kenaikan BBM tidak hanya pada ekonomi, tapi juga akan berimbas pada aspek sosial masyarakat Indonesia.
Kenaikan BBM, kata dia, juga akan menimbulkan peningkatan angka pengangguran yang menambah tingkat kemiskinan Indonesia, serta menganggu pemulihan daya beli masyarakat.
Meskipun APBN mencatatkan dua surplus yakni dalam neraca perdagangan dan neraca pembayaran Indonesia (NPI), namun Didi meminta pemerintah tidak terlena dengan angka tersebut.
Mengingat faktanya masih banyak masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi hingga saat ini. Hal ini menurutnya akan semakin memberatkan kehidupan masyarakat pascapandemi Covid-19.
Baca Juga: Ekonom Soal BBM Naik: Mana Lebih Baik, Anggaran Pemerintah Jebol Atau Anggaran Rakyat yang Jebol?
"Fraksi Partai Demokrat mengingatkan pemerintah untuk menjaga inflasi dan menyiapkan skenario untuk mengantisipasi kemungkinan harga minyak dunia yang terus meningkat, serta memastikan agar subsidi energi baik BBM, LPG maupun listrik, tepat sasaran dan tepat guna," ujar Didi melalui pesan singkat, Jumat (26/8/2022).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal kemungkinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kenaikan harga BBM pada minggu ini.
"Itu modelling ekonominya saya kira sudah dibuat, nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa, bagaimana, mengenai kenaikan harga ini," kata Luhut dalam kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, yang disiarkan secara daring, Jumat, 19 Agustus 2022.
"Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian, karena kita harga BBM termurah se-kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita."
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, jika harga pertalite dan solar tidak dinaikkan, pemerintah butuh tambahan dana sekitar Rp198 triliun.
Baca Juga: Duh! Masih Banyak Mobil Mewah Harga Selangit Pakai BBM Bersubsidi
Dana itu akan digunakan untuk subsidi BBM sehingga rakyat tetap dapat membeli dengan harga murah.
Masalahnya, pemerintah kesulitan mendapatkan dana tambahan itu. Alokasi subsidi sebesar Rp502 triliun yang diajukan pemerintah dan disetujui DPR, sudah habis.
Bendahara negara itu lalu menyebut harga keekonomian solar mencapai Rp13.950 per liter, jauh lebih tinggi dari harga jual di masyarakat yang sebesar Rp5.150 per liter.
Sedangkan pertalite harga keekonomiannya mencapai Rp14.450 per liter, namun harga jual di masyarakat hanya sebesar Rp7.650 per liter.
Baca Juga: Sri Mulyani Soal Tambahan Subsidi BBM Rp198 T: Dari Mana Anggarannya?
Sementara subsidi sebesar Rp502 triliun habis saat konsumsi BBM mencapai 23 juta kiloliter (KL). Hingga akhir tahun, diprediksi total konsumsi BBM mencapai 28 juta KL.
Kemudian konsumsi solar diperkirakan mencapai 17,2 juta KL hingga akhir tahun, padahal kuota yang ditetapkan untuk tahun ini hanya sebesar 14,91 juta KL.
"Pertanyaannya 'ibu mau nambah (anggaran subsidi BBM) atau enggak?' Kalau nambah dari mana anggarannya? Suruh ngutang?" ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Kamis (25/8/2022).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.