JAKARTA, KOMPAS.TV- Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto menyampaikan, pemerintah Indonesia harus mewaspadai ketegangan geopolitik antara China dan Taiwan.
Setianto mengatakan, konflik geopolitik kedua negara itu bisa mempengaruhi sektor perdagangan tanah air.
"Perkembangan ini perlu kita waspadai karena Tiongkok dan Taiwan juga penting dalam perdagangan internasional Indonesia," kata Setianto dalam konferensi pers virtual, Senin (15/8/2022).
Berdasarkan catatan BPS, China menyumbang lebih dari 20 persen terhadap ekspor impor Indonesia. Adapun komoditas yang akan paling terdampak jika ketegangan kedua negara itu meningkat, adalah komponen elektronik.
Baca Juga: Bank Sentral China Pangkas Bunga Acuan, Gerakkan Ekonomi yang Lesu akibat Covid
"Terkait dengan Tiongkok dan Taiwan, kita ketahui bahwa Tiongkok dan Taiwan adalah eksportir utama untuk komponen elektronik dunia," ujar Setianto.
China merupakan eksportir sirkuit elektronik terpadu atau integrated circuits terbesar kedua di dunia. China juga merupakan eksportir komputer terbesar di dunia, termasuk office machine parts.
Sedangkan Taiwan adalah eksportir integrated circuits terbesar pertama di dunia dan eksportir office machine parts terbesar keempat di dunia.
"Jadi, terkait dengan catatan geopolitik ini, China dan Taiwan menjadi sangat strategis bagi perdagangan internasional indonesia," ucapnya.
Baca Juga: Besok Presiden Jokowi Sampaikan RAPBN 2023 ke DPR, Gaji PNS Naik?
Kekhawatiran akan ketegangan politik China-Taiwan dirasakan oleh banyak negara. Negara tetangga RI, Singapura, bahkan menyebut masa depan negara itu "mendung" jika ketegangan berlanjut.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyatakan, risiko dari ketegangan di Selat Taiwan tidak akan cepat mereda. Karena kecurigaan yang mendalam China terhadap Taiwan, dan kurangnya komunikasi antara Amerika Serikat dan China.
Dalam pidato yang disiarkan televisi menjelang Hari Nasional Singapura pada Selasa (9/8), Lee mengatakan Singapura akan diterpa persaingan dan ketegangan yang intens di kawasan itu.
"Di sekitar kita, badai sedang berkumpul. Hubungan AS-China memburuk, dengan masalah yang sulit dipecahkan, kecurigaan yang mendalam, dan kurangnya interaksi," kata Lee seperti dikutip dari Antara.
Baca Juga: Penduduk Pulau Taiwan Terdekat ke China Ternyata Tak Khawatir dengan Kemungkinan Perang
"Ini tidak mungkin membaik dalam waktu dekat. Selain itu, salah perhitungan atau kecelakaan dapat dengan mudah memperburuk keadaan," tambahnya.
Untuk meredam dampak ekonomi ketegangan geopolitik itu, Lee menyebut pemerintah Singapura akan meluncurkan sejumlah kebijakan ekonomi, terutama untuk mengatasi kenaikan harga.
Pasalnya, inflasi Singapura dalam beberapa bulan terakhir merupakan yang tertinggi dalam lebih dari satu dekade. Bank sentral Singapura juga sudah memperketat kebijakan moneter pada 14 Juli, dalam sebuah langkah di luar siklus yang biasa (off-cycle) untuk mengatasi tekanan biaya.
Singapura sebelumnya telah mengumumkan paket dukungan untuk sebagian besar kelompok berpenghasilan rendah untuk membantu mengurangi peningkatan biaya hidup akibat inflasi dan kenaikan harga energi.
"Dunia tidak mungkin kembali dalam waktu dekat ke tingkat inflasi dan suku bunga rendah yang telah kita nikmati dalam beberapa dekade terakhir," ujar Lee.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.