Sebelumnya, Mirae Asset Sekuritas memproyeksi IHSG akan berada di level 7.400 di akhir tahun ini. Analis Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya, Emma A. Fauni, dan Jennifer A. Harjono dalam risetnya menyatakan, angka 7.400 itu merupakan revisi dari angka sebelumnya yaitu 7.600.
Hariyanto menyampaikan, revisi dilakukan dengan memperhitungkan beberapa penilaian. Diantaranya kenaikan suku bunga di tengah pengetatan kebijakan moneter di seluruh dunia.
"Kami merevisi turun target base case scenario IHSG akhir tahun dari 7.600 menjadi 7.400 karena kita mengaplikasikan target price to earnings (P/E) lebih rendah menjadi sebesar 13,2 kali dari sebelumnya 16,4 kali," kata Hariyanto dalam Mirae Asset Second Semester 2022 Market Outlook, dikutip dari laman hotstock.id/web/insights, Rabu (13/7/2022).
Dengan IHSG 7.400, Hariyanto menyatakan asumsi pertumbuhan laba IHSG pada 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 20,0 persen dan 8,0 persen secara year on year.
Baca Juga: Gara-gara Elon Musk Tunda Akuisisi, Saham Twitter Anjlok
Mirae Asset Sekuritas juga merevisi skenario bull case menjadi 7.800 dari sebelumnya 8.000, dimana dalam skenario ini pertumbuhan laba IHSG pada 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 22,0 persen dan 12,0 persen secara tahunan.
Namun, lanjut Hariyanto, skenario tersebut akan terwujud jika fenomena supercycle komoditas berlanjut. Utamanya jika harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan batu bara bertahan pada level yang menguntungkan sepanjang tahun 2022 sehingga kinerja laba emiten akan terdongkrak.
Di sisi lain, Mirae Asset mempertahankan skenario bear case untuk target IHSG akhir 2022 yakni di bawah level 6.100.
Baca Juga: Ternyata CEO Emtek Grup yang Akuisisi 10 Persen Saham Tim Promosi Serie A Lecce, Bukan Raffi Ahmad
Skenario bear case ini mengasumsikan pertumbuhan laba IHSG 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 12,0 persen dan 8,0 persen secara tahunan, dan target P/E IHSG sebesar 11,7 kali.
Menurut Mirae Asset, skenario ini bisa terealisasi jika terjadi empat faktor. Pertama, pelemahan rupiah yang tidak terkendali. Kedua, jatuhnya harga komoditas. Ketiga, pemulihan tingkat earnings di 2022 lebih lemah dari yang diharapkan. Keempat, arus keluar modal asing dari ekuitas Indonesia yang terus berlanjut.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.