Baca Juga: Sri Mulyani Ajak Masyarakat Waspadai Gejolak Inflasi Global yang Bisa Persulit Masyarakat Beli Rumah
"Namun message-nya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita," ucapnya.
Ia menyampaikan, sektor keuangan di Indonesia kini lebih berhati-hati, setelah belajar dari krisis keuangan 2008. Salah satunya dengan menjaga rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Pemerintah juga sudah mengurangi porsi utang berbentuk pinjaman luar negeri.
"Artinya belajar dari krisis global global sektor korporasi financial APBN moneter semuanya mencoba memperkuat diri sendiri pada saat hadapi risiko, sekarang ini kita dalam situasi daya tahan masih lebih baik makanya kita disebutkan ratingnya lebih kecil," ujarnya.
Ia pun menjamin Indonesia tidak akan bernasib seperti Sri Lanka yang sudah menjadi negara bangkrut. Pasalnya, indikator ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang baik. Seperti neraca perdagangan dan cadangan devisa.
Baca Juga: Gagal Bayar Utang Luar Negeri Ratusan Triliun, Sri Lanka Dinyatakan Bangkrut!
"Beberapa negara kalau kondisi awalnya tidak kuat, apalagi sesudah dua tahun dihadapkan pada pandemi, ketidakuatan itu dilihat dari berbagai faktor. Pertama, neraca pembayarannya, yaitu apakah trade account, capital account, dan cadangan devisa negara tersebut memadai dampaknya kepada nilai tukar," kata Sri Mulyani.
Ditambah, Indonesia juga berada dalam kondisi pemulihan yang baik setelah pandemi. Tapi, tidak begitu halnya dengan Sri Lanka yang belum pulih dari pandemi, sudah kembali terhantam krisis energi dan pangan.
"Jadi kalau mereka mengalami kontraksi akibat pandemi dan belum pulih, ditambah dengan kemudian inflasi yang sekarang terjadi, ini akan makin menimbulkan kompleksitas suatu negara," ucap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.