JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengakui, ada potensi peralihan konsumsi BBM dari nonsubsidi ke BBM subsidi. Jika itu terjadi Nicke mengatakan negara bisa merugi.
Potensi peralihan atau shifting itu terjadi setelah adanya kenaikan harga Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.
“Ya, itu pasti terjadi shifting, kami hitung betul ketika kami ingin menaikkan harga, berapa kira–kira perpindahannya. Ini yang harus dilakukan lebih lanjut agar perpindahan ini terkendali, dan tidak semuanya pindah ke BBM subsidi, karena itu akan merugikan negara,” kata Nicke seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (14/7/2022).
Nicke menjelaskan, pemerintah saat ini memberikan subsidi yang sangat besar untuk menahan harga Pertalite dan Solar.
Berdasarkan harga Indonesia Crude Price (ICP), harga keekonomian Pertalite dengan zero margin atau tanpa keuntungan mencapai Rp17.000 per liter. Pertamina menjualnya Rp6.450 per liter karena sudah disubsidi pemerintah.
Baca Juga: Luhut Sebut Subsidi BBM untuk Tiap Mobil Rp19,2 Juta dan Motor Rp3,7 Juta Per Tahun
Sementara harga keekonomian solar mencapai Rp18.000 per liter, namun setelah ada subsidi, harga Solar jadi Rp5.150 per liter.
Bahkan untuk Pertamax, harga keekonomian nya Rp17.950 per liter. Namun Pertamina menjual Rp12.500 per liter, sehingga ada selisih Rp5.450 setiap liter nya.
“Sebetulnya pemerintah memberi subsidi besar sekali untuk setiap liter Pertalite yang dijual sampai Rp 9.550 per liter, solar lebih besar lagi,” ujar Nicke.
Ia pun meminta masyarakat untuk hemat dalam menggunakan BBM, meskipun harganya murah. Ia mengimbau masyarakat menggunakan BBM untuk kegiatan–kegiatan yang produktif. Pasalnya, subsidi dilakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19 yang terjadi lebih dari 2 tahun.
Baca Juga: Pertamina Naikkan Harga BBM 2 Hari Setelah Shell, Murah Mana? Ini Daftarnya
“Jadi sebetulnya, upaya yang dilakukan masyarakat adalah penghematan penggunaan BBM. Lebih pada kegiatan produktif, karena subsidi ini digunakan untuk orang yang tepat dan juga mendorong perkonomian bergerak, yang mana itu penting bagi kedua pihak, karena beban negara besar sekali,” tutur Nicke.
Sementara menurut Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman, yang paling penting dilakukan saat ini adalah mengatur siapa yang berhak menggunakan BBM bersubsidi.
Saleh menyampaikan, BPH Migas bersama pihak lainnya sedang merumuskan aturan tersebut.
"Kami sedang menyusun strateginya. Kita ketahui kuota Pertalite adalah 23,05 juta kilo liter di tahun 2022, sementara prognosa kita di atas 25 juta kilo liter, dan jika tidak ada pertambahan volume dari pemerintah, solusinya adalah pengeratan, dan konsumennya makin disaring,” kata Saleh.
Baca Juga: Pemerintah Berencana Batasi Penggunaan Pertalite, Mobil di Atas 1500 CC Tak Bisa Beli BBM Bersubsidi
Pertamina baru saja menaikkan harga sejumlah BBM nonsubsidi pada Minggu (10/7/2022) kemarin. Harga BBM yang dinaikkan yaitu jenis Pertamax Turbo yang sebelumnya sebesar Rp14.500 per liter kini menjadi Rp16.200 per liter.
Kemudian untuk Pertamina Dex yang sebelumnya Rp13.700 per liter, naik menjadi Rp16.500 per liter. Lalu harga Dexlite naik sebesar Rp15.000 per liter dari harga sebelumnya yakni Rp12.950 per liter.
"Harga bahan bakar Pertamina telah dirancang sebagai wujud apresiasi untuk Anda dalam memberikan pelayanan prima di SPBU kami. Harga bahan bakar berlaku mulai 10 Juli 2022," kata Pertamina dikutip dari laman MyPertamina, Senin (11/7/2022).
Dengan dinaikkannya harga harga tiga jenis BBM itu, maka harga BBM Pertamina yang baru mulai 10 Juli 2022 untuk wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara adalah:
Pertalite Rp7.500
Pertamax Rp12.500
Pertamax Turbo 16.200
Pertamina Dex Rp13.700
Dexlite Rp15.000
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.