JAKARTA, KOMPAS.TV- Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penerapan cuti melahirkan 6 bulan. Kebijakan itu menjadi salah satu poin dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
Dengan masuknya RUU KIA dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022, RUU tersebut jadi salah satu prioritas DPR untuk diselesaikan tahun ini, hingga disahkan.
Ketua Umum APINDO Hariyadi Sukamdani mengatakan, kebijakan cuti melahirkan 6 bulan justru akan menjadi hal yang kontraproduktif bagi para perempuan usia produktif.
"Kalau dari APINDO, justru dari kalangan kaum perempuan ini yang kalangan produktif dan bekerja, mereka istilahnya keberatan karena justru menjadi kontraproduktif bagi mereka, terutama dalam bagian rekrutmen," kata Hariyadi saat menggelar jumpa pers di kantor APINDO, Senin (4/7/2022).
Ia mengklaim, banyak perempuan usia produktif yang sebenarnya tidak setuju dengan usulan tersebut. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan APINDO, dengan sampel dari sektor di bidang-bidang yang berkorelasi dengan isu ini.
Baca Juga: RUU KIA Resmi Jadi Inisiatif DPR, Selangkah Lagi Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan
"Ternyata responnya menarik. Dari wanita yang usia produktif ini justru kebanyakan tidak setuju," ujar Hariyadi.
Ia menjelaskan, mereka tidak setuju karena merasa posisinya akan digantikan orang lain, jika tidak masuk kerja dalam waktu lama.
"Kalau mereka itu meninggalkan pekerjaan terlalu lama, mereka bisa kehilangan posisi. Jadi nanti kalo masuk digantikan lagi dengan orang lain," ucapnya.
Kemudian, mereka menilai cuti tidak perlu diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan. Lantaran, perusahaan juga sudah banyak yang menyediakan ruang menyusui.
Ruangan tersebut bisa digunakan untuk memerah ASI untuk kemudian diberikan kepada bayi saat sudah sampai rumah.
Baca Juga: Apindo Kritik RUU KIA Tentang Cuti Melahirkan 6 Bulan
"Masalah pemberian susu pada bayi. Ini di perusahaan, dalam arti kata terkena target UU ini ya, itu mereka juga tidak menjadikannya masalah. Perusahaan memberikan ruangan ASI," sebut Hariyadi.
Alasan selanjutnya, perusahaan bisa ragu dalam merekrut perempuan usia produktif. Hariyadi menyebut cost atau biaya yang harus ditanggung perusahaan akan lebih besar jika karyawan perempuannya mengambil cuti melahirkan 6 bulan.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.