JAKARTA, KOMPAS.TV- Anggota Komisi XI DPR RI Marinus Gea menilai, penggabungan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dapat mencegah pengemplangan pajak.
Pemerintah mulai mengimplementasikan rencananya itu pada tahun depan.
"Integrasi ini akan meminimalisasi adanya praktik mengemplang pajak, baik pengusaha atau pejabat besar, yang dengan sengaja menyembunyikan harta bendanya atau penghasilan yang diperoleh dari berbagai pihak, sehingga jadi lebih terbuka," begitu keterangan tertulis Politikus dari Banten itu, Senin (20/6/2022).
Marianus mengatakan, integrasi NIK dengan NPWP membuat seluruh kegiatan yang terkait dengan transaksi wajib pajak, bisa terdeteksi dengan baik sehingga tinggal disinkronisasi saja.
Baca Juga: Eks Dirjen Pajak Hadi Poernomo Sebut NIK Gabung NPWP Kurang Ampuh Dongkrak Pajak
Ia optimistis, pada akhirnya kebijakan itu akan meningkatkan penerimaan pajak dan mencegah praktik pengemplangan pajak karena lebih transparan.
“Walaupun banyak pihak yang mengatakan penggabungan NIK dan NPWP ini akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat kita,” ucap anggota DPR dari Fraksi PDI-P itu.
Penggabungan NIK dengan NPWP juga akan memperlihatkan data ketimpangan antara Wajib Pajak (WP) dari masyarakat berpenghasilan tinggi dengan berpenghasilan rendah. Sehingga pemerintah bisa menekan rasio gini antara yang besar dan kecil agar tidak terlalu timpang.
Pandangan berbeda datang dari mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo. Ia menyebut penggabungan NIK dengan NPWP itu hanya untuk mempermudah administrasi saja. Secara umum, tak akan mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak secara signifikan.
Baca Juga: NIK Jadi NPWP Mulai 2023, Ini Cara Kerjanya dan Besaran Tarif PPh
Kata dia, integrasi NIK dengan NPWP itu berbeda dengan nomor identitas tunggal atau Single Indentity Number (SIN) Pajak yang digagasnya sejak 2004. Sehingga penyatuan tersebut tak akan banyak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
"SIN Pajak berbeda dengan integrasi NIK dengan NPW. Itu dua hal yang berbeda. Ini jenis kelaminnya berbeda," kata Hadi dalam tertulis yang diterima Kompas TV, Jumat (17/6/2022).
Hadi yang juga mantan Ketua BPK ini menyebut, tujuan integrasi NIK dengan NPWP hanya mempermudah administrasi. Dalam integrasi itu tak ada kewajiban wajib pajak untuk membuka dan menyambungkan sistemnya ke pajak. Sehingga masih ada kemungkinan untuk menggelapkan pajak.
Berbeda dengan SIN Pajak. Penerapan SIN mewajibkan semua pihak untuk membuka dan menyambungkan sistemnya ke pajak. Termasuk yang rahasia. Artinya semua dipaksa jujur. Dengan begitu, SIN efektif dalam pencegahan tindak pidana korupsi dan mampu mengoptimalkan penerimaan pajak.
Baca Juga: Tito Karnavian Akan Panggil Sekda Pemda yang Dananya Mengendap di Bank
"Penerapan SIN mampu meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) minimal 13 persen," ujar Hadi.
Kelemahan lain dalam menyatukan NPWP dan NIK, lanjut Hadi, berkaitan dengan sifat rahasia data Pajak.
Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) mengatakan, setiap petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak seperti SPT, laporan keuangan dan lain-lain.
"Kalau gabung dengan NIK nanti kalau bocor siapa yang bertanggung jawab. Ini ada pidananya. Bisa dibui nanti," ucapnya.
Baca Juga: Gelar Pasar Murah Cabai-Bawang, Mentan: Untuk Mem-Back Up Sesama Menteri
Selain itu, wali data seharusnya berada pada Ditjen Pajak Kemenkeu sebagai Penerima Kewenangan Atributif.
"Belum lagi masalah kecukupan data sesuai keinginan pemerintah, untuk meneliti uji kepatuhan aliran data pihak ketiga yang bahkan tidak ada dalam database NIK yang akan digabungkan dengan NPWP," tutur Hadi.
Sumber : Keterangan Pers
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.