"Penerapan SIN mampu meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) minimal 13 persen," ujar Hadi.
Kelemahan lain dalam menyatukan NPWP dan NIK, lanjut Hadi, berkaitan dengan sifat rahasia data Pajak.
Baca Juga: Atasan Hilang Kendali, Pegawai Ditjen Pajak Pukul Bawahan hingga Tersungkur, Kini Dievaluasi
Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) mengatakan, setiap petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak seperti SPT, laporan keuangan dan lain-lain.
"Kalau gabung dengan NIK, nanti kalau bocor siapa yang bertanggung jawab? Ini ada pidananya. Bisa dibui nanti," ucapnya.
Selain itu, sambungnya, wali data seharusnya berada pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu sebagai Penerima Kewenangan Atributif.
"Belum lagi masalah kecukupan data sesuai keinginan pemerintah, untuk meneliti uji kepatuhan aliran data pihak ketiga yang bahkan tidak ada dalam database NIK yang akan digabungkan dengan NPWP," tutur Hadi.
Baca Juga: Sehari Jadi Menteri, Zulhas Langsung Turun ke Pasar: Masalah Utama Kita Bergantung Impor
Seperti diketahui, pemerintah akan menerapkan penggunaan NIK sebagai NPWP mulai 2023. Penggabungan NIK dengan NPWP, bertujuan untuk integrasi satu data nasional.
Data tersebut akan menjadi acuan dari setiap dokumentasi, aktivitas bisnis, maupun kewajiban perpajakan warga negara.
Nantinya, penggunaan NIK sebagai NPWP hanya untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP). Sedangkan wajib pajak badan usaha menggunakan Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk basis data pajaknya.
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.