JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan langsung bergerak cepat setelah diminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyelesaikan persoalan minyak goreng.
Ia langsung melakukan audit terhadap perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia.
Baca Juga: Lapor ke Jokowi, Luhut: Ada Perusahaan Sawit Kuasai 500 Ribu Hektare tapi Kantornya di Luar Negeri
"Begitu Presiden minta saya manage minyak goreng, saya langsung ke hulunya. Anda sudah baca di media, semua kelapa sawit itu harus kita audit," kata Luhut pada Kamis (26/5/2022).
Dalam audit itu, Luhut menuturkan pihaknya mengidentifikasi bisnis sawit perusahaan tersebut meliputi luasan kebun dan produksinya.
Selain itu, kata Luhut, audit tersebut juga untuk memastikan bahwa perusahaan sawit tersebut membangun kantor pusatnya di Indonesia.
Dari hasil audit yang dilakukan kementeriannya itu, diketahui banyak perusahaan yang menguasai ratusan ribu hektare lahan perkebunan kelapa sawit melalui skema hak guna usaha (HGU).
HGU merupakan pemberian tanah milik negara yang dikelola pengusaha untuk dimanfaatkan secara ekonomi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan-peraturan turunannya.
Keberadaan HGU sebenarnya tak lain adalah sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 33, di mana bumi dan kekayaan di dalamnya bisa dipakai sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.
Baca Juga: Jurus Luhut Atasi Masalah Minyak Goreng: Audit Perusahaan Sawit hingga Wajibkan Kantor Pusat di RI
Namun anehnya, beberapa perusahaan yang sudah mengeruk untung besar dengan menguasai lahan HGU tersebut ternyata kantor pusatnya tidak Indonesia, melainkan di luar negeri.
Karena sebab itulah, kata Luhut, berimbas kepada pemerintah Indonesia yang harus kehilangan potensi penerimaan pajak dari bisnis komoditas tersebut.
"Bayangkan dia punya 300-500 ribu (hektare), headquarter-nya di luar negeri, dia bayar pajaknya di luar negeri," ujar Luhut.
"Saya lapor Presiden, 'Pak, headquater-nya (kantor pusat) harus semua pindah ke sini'."
Dalam pernyataannya, Luhut memang tidak spesifik menyebut nama perusahaan kelapa sawit yang memilih berkantor pusat di luar negeri.
Namun, jika mengacu pada luas perkebunan kelapa sawit yang mencapai ratusan ribu hektare, maka akan mengerucut pada pemain-pemain besar industri kelapa sawit.
Baca Juga: Usai Larangan Ekspor CPO Dicabut, Harga TBS Sawit Belum Naik Signifikan
Perusahaan tersebut ada yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI). Namun, ada juga beberapa perusahaan yang merupakan penanaman modal asing (PMA) dari Malaysia dan Singapura.
Dilansir dari Kompas.com, berikut beberapa induk perusahaan kelapa sawit raksasa yang dimiliki WNI namun memilih berkantor pusat di Singapura:
1. Royal Golden Eagle International
Royal Golden Eagle International (RGEI) dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas yang berbasis di Singapura. Pemiliknya adalah konglomerat Indonesia, Sukanto Tanoto.
Sukanto Tanoto memulai bisnisnya pada 1967 sebagai pemasok suku cadang dan pengusaha di bidang jasa konstruksi untuk industri minyak.
Perusahaan kelapa sawit dan produsen yang berada dalam kelompok bisnis RGEI adalah Asian Agri dan Apical.
Dikutip dari laman resmi Asian Agri, perusahaan ini punya 30 perkebunan kelapa sawit dengan luas total 100.000 hektare di Provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Utara. Luasan ini belum termasuk lahan kelapa sawit plasma.
Baca Juga: Polisi Bebaskan 40 Petani yang Ditangkap karena Tuduhan Mencuri Sawit Milik PT Daria Dharma Pratama
Selain jadi pemain besar industri sawit, kelompok bisnis RGEI di Indonesia juga bergerak di berbagai industri, di antaranya yang terbesar industri kertas dan pulp di bawah bendera Asia Pacific Resources International Holding Ltd atau APRIL.
Berdasarkan catatan Forbes, kekayaan Sukanto Tanoto mencapai 2,1 miliar dollar AS dan menempatkannya di urutan 1.561 orang paling tajir di dunia pada 2021.
2. Fisrt Resouces Ltd
First Resources Ltd adalah perusahaan milik taipan Indonesia bernama Ciliandra Fangiono. Sosoknya sempat beberapa kali masuk daftar orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes dengan usia yang terbilang sangat muda.
Di usianya yang baru 45 tahun, Ciliandra menempati posisi ke-30 orang terkaya Indonesia dengan usia paling muda pada tahun 2020 dengan kekayaan USD1,05 miliar.
Sumber kekayaan terbesarnya berasal dari perkebunan sawit. Dia merupakan generasi kedua yang mewarisi perusahaan sawit dari ayahnya, Martias.
Ciliandra merupakan CEO First Resources Ltd, perusahaan yang tercatat di bursa efek Singapura yang banyak menguasai ratusan ribu hektare lahan sawit di Indonesia.
Baca Juga: Ekspor CPO Dibuka Lagi, Harga TBS Sawit Membaik tapi Belum Normal karena Sebab Ini
First Resources dirintis oleh ayahnya sejak dua dekade silam. Perusahaan ini memiliki puluhan pabrik pengolahan sawit yang banyak tersebar di Sumatera dan Kalimantan.
3. Wilmar International Ltd
Wilmar International Ltd asalah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia yang menanam sawitnya di atas lahan milik negara yang diberikan pemerintah melalui skema HGU.
Anak perusahaan Wilmar di Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, ikut tersandung dalam kasus korupsi ekspor minyak di Kementerian Perdagangan yang kini tengah ditangani Kejaksaan Agung.
Wilmar International bahkan tercatat sebagai salah satu perusahaan terbesar dari sisi kapitalisasi pasar di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange (SGX).
Berbagai produk Grup Wilmar antara lain minyak goreng, margarin, coklat, oleokimia, dan biodiesel. Di Indonesia, merek minyak goreng terkenal dari Wilmar adalah Fortune dan Sania.
Dikutip dari laman resminya, Wilmar International berkantor di 28 Biopolis Road, Singapura. Perusahaan ini juga mengeklaim memiliki lebih dari 500 pabrik dan jaringan distribusi yang tersebar di China, Indonesia, India, dan berbagai negara lainnya.
Baca Juga: Komnas HAM Soroti Penangkapan 40 Petani Sawit Mukomuko, Adanya Pelanggran HAM
Pada 2021, perusahaan bahkan mencatatkan keuntungan bersih sebesar USD1,89 miliar. Konglomerat Martua Sitorus adalah sosok di balik gurita bisnis Wilmar di Indonesia.
Wilmar awalnya bermula dari perusahaan penggilingan tepung terigu bernama FFM Berhad yang didirikan Kuok Group milik Kuok Khoon Hong di Malaysia pada 1966.
Pada 1 April 1991, Kuok Khoon Hong berkongsi dengan konglomerat asal Indonesia Martua Sitorus dengan membentuk Wilmar Trading Pte Ltd.
Awalnya, Grup Wilmar memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Sumatera Barat di bawah bendera PT Agra Masang Perkasa (AMP).
Area perkebunan kelapa sawit Wilmar kemudian merambah Sumatera Utara. Dalam waktu relatif cepat, perkebunan sawitnya menggurita sampai ratusan ribu hektare dan berada di atas lahan negara melalui skema hak guna usaha (HGU).
Meski punya kebun kelapa sawit sangat luas di Indonesia, perusahaan ini memilih mencatatkan diri di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange.
Baca Juga: Larangan Ekspor Dicabut, Pengusaha Sawit Janji Dukung Ketersediaan Minyak Goreng
Wilmar International Ltd pernah masuk sebagai perusahaan sawit terbesar dunia pada 2018. Majalah Forbes bahkan menjuluki pemilik Grup Wilmar, Martua Sitorus, Raja Minyak Sawit Indonesia.
Berdasarkan catatan Forbes, Martua Sitorus memiliki kekayaan sebesar USD3 miliar, sekaligus menempatkan pria berusia 62 tahun ini di urutan 1.034 orang terkaya di dunia.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.