"Dari situ kita irit-irit juga, mengurangi bahan pokok yang dibeli. Contohnya daging ayam biasanya beli satu ekor, sekarang setengah ekor. Penggantinya saya perbanyak stok telur ayam dan indomie," tutur Ardi.
Hal serupa juga dialami oleh seorang buruh pabrik di kawasan Cakung, Jakarta Utara. Adalah Sri Rahmawati, yang penghasilannya setara upah minimum provinsi (UMP) di Jakarta. Sedangkan suaminya yang bekerja sebagai satpam dengan status pekerja alih daya, berpenghasilan di bawah UMP.
Baca Juga: THR Tak Boleh Dicicil dan Tetap Kena Pajak, Ini Ketentuannya
Rahma memiliki dua anak sebagai tanggungannya, juga masih membiayai orang tuanya yang berada di kampung halamannya di Nusa Tenggara Barat. Kenaikan harga-harga membuat Rahma dan suami harus berutang, demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sehingga THR yang akan cair pada 25 April, akan ia gunakan untuk membayar utang-utangnya.
"Kalau sebelum-sebelumnya kan masih bisa kita berbagi kepada keluarga, beli kebutuhan Lebaran, kalau untuk tahun ini karena saya sebelumnya sudah menombok untuk kebutuhan sehari-hari, jadi ya enggak bisa full (THR) untuk persiapan Lebaran," ungkap Rahma.
Minimnya keuangan keluarga juga membuat Rahma tidak bisa mudik lagi tahun ini. Padahal ia sudah tidak mudik selama 2 tahun terakhir.
Baca Juga: Cara Menghitung THR Karyawan Kontrak dan Harian
Kurangnya THR dibanding kebutuhan karena kenaikan harga bukan hanya dirasakan pegawai swasta. Tapi juga pegawai negeri sipil (PNS). Ilham, bukan nama sebenarnya, menilai kebijakan pemerintah mengucurkan dana THR bagi PNS belum mencukupi beban ekonomi yang ditanggung.
"Meski nilai THR yang diterima pada tahun ini meningkat dibanding tahun lalu, jumlahnya masih 50 persen lebih kecil jika dibanding sebelum pandemi," ucapnya.
Oleh karena itu, menjelang lebaran dia memilih menahan pengeluaran di luar kebutuhan pokok.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.