JAKARTA, KOMPAS.TV- Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menyatakan, pihaknya berencana memungut tarif Rp1.000 untuk setiap akses terhadap Nomor Induk Kependudukan (NIK) di database kependudukan.
Tarif tersebut akan dikenakan pada instansi yang mengakses database NIK. Tetapi, Zidan belum bisa memberitahukan kapan kebijakan tersebut diterapkan.
"Rencananya begitu Rp 1.000 per akses NIK dibayar oleh lembaga yang akses," kata Zidan seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (14/4/2022).
Ia mengatakan, pengenaan tarif NIK dikecualikan pelayanan publik, pendidikan, bantuan sosial, dan penegakkan hukum. Contohnya untuk BPJS Kesehatan, pemda, kementerian dan lembaga (K/L) sekolah, dan universitas.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Butuh Rp6.445 T Bangun Infrastruktur, APBN Cuma Kasih 37 Persen Saja
Kemendagri, lanjut Zudan, saat ini tengah menyusun aturan tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) layanan pemanfaatan data adminduk oleh user. Rancangan beleid itu kini memasuki tahap paraf koordinasi antar K/L.
Ia menyebut, draf kebijakan itu sudah disetujui dan ditandatangani oleh Mendagri Tito Karnavian.
"Dari tahun 2013, layanan untuk akses NIK ini gratis. Mulai tahun 2022 akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented," ujar Zudan.
Uang yang didapat dari pengenaan tarif akses NIK, akan digunakan oleh Direktorat Jenderal Dukcapil untuk memelihara dan mengembangkan sistem database kependudukan dalam jangka panjang.
Baca Juga: Ini Strategi Sri Mulyani Agar RI Tak Gagal Bayar Utang Seperti Sri Lanka
Namun menurut Zudan, pungutan tarif itu bukan jalan satu-satunya. Kemendagri juga sedang mengajukan alternatif pendanaan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan World Bank.
Pemeliharaan dan pengembangan database kependudukan sangat diperlukan, karena data kependudukan digunakan oleh 4.962 lembaga pengguna yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Dukcapil.
"Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage dan perangkat pendukung yang memadai," tutur Zudan.
Jika tidak dirawat, hampir 200 juta data kependudukan di Kemendagri terancam hilang. Seperti yang diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim beberapa waktu lalu. Ia menilai perangkat keras ratusan server yang dikelola data center Dukcapil sudah berusia terlalu tua.
Baca Juga: PNS Boleh Mudik Lebaran 2022, Ini Aturan Lengkapnya
Zudan mengakui, hardware atau perangkat keras data center Dukcapil rata-rata usianya sudah lebih dari 1 dekade dan sudah habis masa garansinya. Spare part perangkat itu pun sudah tidak diproduksi lagi (end off support/end off life).
Sehingga, peremajaan server menjadi hal yang penting agar pelayanan publik menjadi lebih baik. Apalagi, Dukcapil kini tengah menyiapkan data pemilu presiden dan pilkada serentak 2024.
"Semuanya belum dilakukan peremajaan dan penambahan perangkat karena belum tersedia anggaran. Saat ini sebanyak 273 juta data penduduk terjaga baik, aman, sudah ada back up data di DRC Batam dan storagenya masih relatif baru dengan kapasitas yang mencukupi" terang Zudan.
Selama ini, Dukcapil melakukan pemeliharaan dengan dukungan hibah perangkat dari sejumlah lembaga pengguna yang telah banyak memanfaatkan database Ditjen Dukcapil berbasis NIK.
Para user itu antara lain Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Pegadaian, Bank Syariah Indonesia dan lembaga pengguna lainnya.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.