Lalu, kenaikan muka air laut dan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim juga berdampak secara langsung terhadap terjadinya abrasi yang merusak ekosistem pantai serta hancurnya infrastruktur perkampungan pesisir akibat hantaman gelombang maupun banjir rob.
Pembudidaya pun, mengalami kerugian akibat banjir menyapu lahan tambak dan kolam ikan mereka. Sekitar 42 juta orang yang tinggal di dataran rendah kurang dari 10 meter di atas permukaan laut Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan permukaan laut.
DPP KNTI menilai, perubahan iklim menyebabkan perekonomian nelayan dan perempuan nelayan semakin terpuruk, sehingga nelayan banyak beralih profesi ke sektor lain seperti buruh nelayan, buruh tani/kebun, dan pekerjaan sektor informal.
"Hal ini terlihat dari penurunan jumlah nelayan dari 3,44 juta pada 2004 menjadi hanya 1,69 juta pada 2018," terangnya.
Oleh sebab itu, KNTI mendesak pemerintah Indonesia yang dikomandoi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah menteri yang hadir dalam KTT Perubahan Iklim tersebut dapat mengambil sejumlah posisi yang tegas dalam perundingan COP26 untuk memperkuat perlindungan bagi nelayan akibat perubahan iklim.
Pertama, program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di kawasan pesisir harus menjadi prioritas yang ditunjukkan dengan perencanaan dan alokasi anggaran yang memadai, di tingkat nasional dan daerah.
Kedua, memastikan keselamatan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan.
Ketiga, penyediaan infrastruktur di pesisir yang partisipatif, ramah lingkungan dan mengadopsi pengetahuan lokal untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Serta keempat, meningkatkan ketersediaan akses pembiayaan, pendidikan, dan pasar bagi nelayan dan perempuan nelayan dalam menerapkan strategi adaptasi, serta menyediakan akses informasi iklim bagi nelayan.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Hadiri KTT Perubahan Iklim di Glasgow
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.