Bhima pun membuat perbandingan tarif Tax Amnesty Jilid I dengan Jilid II sebagai berikut:
Tarif Tax Amnesty Jilid I
Harta yang berada di dalam negeri atau luar negeri diinvestasikan di Indonesia selama tiga tahun:
Harta di luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam negeri:
Tax Amnesty Jilid II
"Secara tarif pajak /tebusan memang lebih tinggi dibandingkan Tax Amnesty Jilid I, tapi tidak signifikan. Artinya, pengemplang pajak tetap akan manfaatkan Tax Amnesty Jilid II ini karena biaya pengampunan nya masih dianggap rendah," tutur Bhima.
Baca Juga: Tolak Tax Amnesty Jilid II, Pengusaha: Negara Lain Pendapatannya Juga Ancur-ancuran
Terkait evaluasi Tax Amnesty Jilid I, ternyata tidak ada korelasi antara pengampunan pajak terhadap naiknya tax ratio jangka panjang. Pada tahun 2017 rasio pajak tercatat 9,9 persen, kemudian setelah tax amnesty hingga 2020 tax ratio turun ke 8,3 persen.
"Kalau ada yang janji pasca tax amnesty akan terjadi konsistensi kenaikan rasio pajak faktanya tidak demikian. Tax amnesty hanya membantu dalam 1 tahun fiskal saja, sangat temporer," tambahnya.
Hal itu bisa terjadi, lantaran tindak lanjut terhadap data pajak tax amnesty ternyata tidak dilakukan secara serius. Justru tax amnesty menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk terus lakukan penghindaran pajak.
"Siapa yang diuntungkan dengan TA? Dilihat dari sektor nya adalah pengolahan SDA, misalnya mau masuk ke smelter nikel itu diuntungkan sekali dengan TA jilid II," ucap Bhima.
"Karena ada klausul detail dalam pasal 5 ayat 7 bahwa investasi di sektor pengolahan SDA akan mendapat pajak TA lebih rendah daripada non-SDA," imbuhnya.
Akibatnya, akan ada banjir investasi di pengolahan barang tambang. Kemudian sektor kedua yang berkaitan dengan lembaga keuangan yang mendapat fee dari penerbitan SBN. Karena investasinya didorong beli SBN pemerintah maka pasar surat utang jadi menarik.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.