Lebih lanjut Sri Mulyani memaparkan, kasus BLBI bermula dari tahun 1997, 1998, 1999 yang terjadi krisis keuangan di RI. Krisis keuangan tersebut berdampak ke perbankan yang menyebabkan bank-bank mengalami kesulitan.
Kemudian pemerintah terpaksa untuk melakukan penjaminan blanket guarantee kepada seluruh perbankan di Indonesia saat itu. Bank-bank mengalami penutupuan atau kemudian dilakukan merger atau akuisis.
Dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, maka BI melakukan bantuan likuiditas kepada bank-bank yang mengalami kesulitan.
“Nah, bantuan likuiditas itu dibiayai dalam bentuk surat utang negara yang diterbitkan pemerintah dan sampai sekarang masih dipegang BI,” ujar Menkeu.
Adapun, jumlah total kewajiban BLBI yang sekarang masih harus dikelola sebesar Rp110,45 trilliun.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh Tim Satgas BLBI saat ini adalah dengan terus melakukan pemanggilan obligator dan debitur.
Selain itu, Sri Mulyani menjelaskan, nantinya terkait pemulihan pengambil alihan tersebut adalah mengalih nama dari aset sebelunya menjadi aset negara. “Sertifikat tanah harus diganti namanya supaya tidak dipakai lagi oleh pihak-pihak yang tidak berhak atas aset tersebut.
Untuk itu, Sri Mulyani berharap tim BLBI bisa melakukan pengamanannya supaya jelas identifikasi kepemilikikan negara tersebut.
“Saya akan terus meminta tim untuk menghubunginya, bahkan ke keturunannya untuk mendapatkan kembali hak negara,” pungkasnya.
Baca Juga: Mahfud MD Tegaskan Semua Obligor BLBI Ditagih, Tidak Hanya Tommy Soeharto
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.