Kemudian muncul cuitan key opinion leader (KOL) dari berbagai kalangan di Twitter, antara lain akun @NOTASLIMBOY, @JDAgraria, @kurawa, @febridiansyah, @ridwanhr, dan lainnya, pada 3-4 Februari 2021.
Baca Juga: Dalam Format Elektronik, Cek Cara Daftar dan Ganti Sertifikat Tanah Elektronik
"Mulai dari @kurawa yang minta Pak @jokowi untuk menghentikan Sertifikat-El, @febridiansyah yang mempertanyakan kesiapan berbagai aspek termasuk korupsi, integritas, dll dari @mascarponecizz, @ridwanhr, @NOTASLIMBOY, @jayapuraupdate, @JDAgraria, dst," katanya.
Berdasarkan analisis Ismail, emosi yang muncul atas wacana sertifikat tanah elektronik, yaitu takut, marah, dan tidak percaya. Emosi pertama yang muncul adalah emosi takut (fear).
Baca Juga: Sofyan Djalil: Sertifikat Tanah Elektronik Bentuk Paling Aman
Lantaran, publik menganggap pemerintah belum mampu menjaga kerahasiaan data mereka. Sekarang BPN malah akan menarik sertifikat tanah dan mengganti dengan sertifikat elektronik. Padahal, praktek suap masih marak. Emosi ketidakpercayaan (trust) juga muncul karena rawan penyalahgunaan dan pemerintah belum bisa melindungi hak warga.
Ismail pun membuat kesimpulan dari analisis percakapan warga Twitter tersebut.
Pertama, publik tidak bisa menangkap salah satu tujuan pembuatan sertifikat elektronik, yaitu untuk mengurangi sengketa tanah.
Kedua, tidak ada sosialisasi yang cukup dari pemerintah, sampai berita penarikan sertifikat tanah yang asli muncul dan menimbulkan sentimen negatif.
Belum ada kampanye media sosial dari pemerintah yang menggunakan buzzer untuk mempromosikan tujuan dan keamanan sertipikat elektronik hingga saat ini.
Publik banyak merujuk kasus e-KTP yang masih bermasalah hingga sekarang. Sehingga mereka tidak percaya akan kemampuan pemerintah membangun sistem sertifikat tanah elektronik yang aman dan dapat diandalkan.
"Ketakutan, kemarahan, dan ketidakpercayaan publik teramat tinggi terhadap program sertifikat elektronik ini. Butuh sosialisasi. Jika publik tidak yakin, akan terjadi kegalauan, padahal sekarang harusnya fokus kepada pandemi. Perlu ditimbang lagi," tulis Ismail sebagai akhir kesimpulan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.