LAMPUNG, KOMPAS.TV - Pemerintah melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) telah menyiapkan sebanyak 2,8 juta lapangan kerja di tahun 2021. Lapangan kerja ini dibuka untuk sektor padat karya.
Hal ini diungkap Sekretaris Eksekutif I KPC-PEN Raden Pardede dalam safari diskusi kampus bertema ‘Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Peningkatan Daya Saing Sektor Ketenagakerjaan’ di Universitas Lampung, Kota Lampung, Kamis (10/12/2020).
Pembukaan lapangan kerja di sektor padat karya tersebut, merupakan satu dari dua program yang digagas pemerintah untuk pemulihan ekonomi.
“Pertama, program padat karya pada tahun 2021, seperti melakukan perbaikan selokan dan lingkungan perumahan. Selain itu, perbaikan kepada seluruh bantaran sungai di Jawa maupun Sumatera. Sehingga terdapat sekitar 2,8 juta lapangan kerja untuk menyangga sementara selama 1-2 tahun,” ujar Raden Pardede.
Baca Juga: Pemerintah Serap Aspirasi Rakyat Soal UU Cipta Kerja di 15 Kota Secara Paralel
Kedua, program UMKM. Pemerintah akan memberikan kemudahan akses pemodalan, akses terhadap pasar dan skill manajemen yang juga ditunjang oleh keberadaan UU Cipta Kerja.
Utamanya KPCPEN mengusulkan pada pemerintah untuk melanjutkan program bantuan pada UMKM hingga tahun depan.
Kedua program tersebut, dijelaskan Raden, merupakan game changer pemulihan ekonomi dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Kehadiran UU ini mendorong kebebasan ekonomi di Indonesia. Termasuk kemudahan berusaha dan peningkatan investasi yang berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja.
“Kebijakan jangka panjang Undang-Undang Cipta Kerja tidak akan dilihat dampaknya sekarang. Karena prioritasnya sekarang adalah pengelolaan pandemi, vaksinasi, perlindungan sosial dan UMKM,” kata Raden.
Dalam UU Cipta Kerja, dunia usaha dan tenaga kerja yang produktif tidak dapat dipisahkan. Dunia usaha harus maju dan tenaga kerja harus produktif. Dunia usaha juga harus membina tenaga kerja melalui pendidikan, training, vokasi, dan perbaikan.
“UU Cipta Kerja ini memperbaiki lingkungan bisnis atau investasi, dan kemudahan berusaha. Sehingga dunia usaha mampu berdaya saing dan mendapatkan untung dari penjualan produksinya. Pada saat yang sama kita akan berdayakan UMK (Usaha Mikro Kecil) atau koperasi dengan mempermudahkan izin dan fasilitas yang diharapkan dapat menumbuhkan entrepreneur baru,” tambah Raden.
Baca Juga: Polemik UU Cipta Kerja, Ganjar: Siapa yang Teledor, Ya Pemerintah dan DPR Salah, Titik!
Di kesempatan yang sama, Staf Khusus Menko Perekonomian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, pandemi Covid-19 menjadi peluang dan tantangan untuk memperbaiki berbagai sektor, sehingga dapat menarik beberapa jenis investasi masuk ke Indonesia.
“UU Cipta Kerja menjadi titik tengah, yang merupakan kompromi di antara pasar kerja kaku dan pasar kerja lentur. Sehingga diharapkan kedepan dapat terciptanya ruang bagi perusahaan dan individu untuk menggerakkan kegiatan ekonomi dan investasi yang berujung pada penyerapan tenaga kerja,” ujar I Gusti.
Pandemi ini juga mendorong fleksibilitas pada pasar tenaga kerja, di mana pemerintah bersama dengan dunia usaha perlu lakukan pelatihan, perbaikan ketrampilan tenaga kerja yang ada dan pada saat bersamaan menyiapkan tenaga kerja yang abru dengan kemampuan dan kapasitas yang lebih unggul.
“Meski lebih fleksibel, namun pemerintah memberikan jaminan kehilangan pekerjaan dan jaringan pengamanan sosial dan terus memperbaikinya seperti, BPJS, PKH dan lainnnya,” ujar I Gusti.
Kemudian, pemerintah akan membekali pekerja dengan berbagai kebijakan kerja aktif seperti pemberian kartu prakerja, pelatihan, pemagangan, vokasi, dan penyedian informasi yang memfasilitasi terpenuhinya permintaan pekerja dan pemberi kerja, sehingga mampu meningkatkan skill pekerja.
Baca Juga: Hari Ini Sidang Gugatan UU Cipta Kerja Berlangsung di MK, Agendanya Pemeriksaan dan Perbaikan
Jika penyusunan UU Cipta Kerja tidak dilakukan, kata I Gusti, maka lapangan kerja akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif, daya saing pencari kerja pun akan relatif rendah, dan penduduk yang tidak atau belum bekerja semakin meningkat.
“Indonesia akan terjebak dalam middle income trap, jika tidak bisa menjadi high income country dalam beberapa tahun ke depan. Sehingga hal ini harus segera diatasi dengan meningkatkan produktivitas dan daya saing,” ujar I Gusti.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.